Assalamu’alaikum Wr. Wb
Entah kenapa
akhir-akhir ini, saya senantiasa dihantui kecurigaan terhadap prilaku suami.
Terlebih lagi ketika melihat suami berpergian. Padahal kami sudah lama berumah
tangga. Saya sangat was-was bila suami tertarik dengan wanita lain.
Sebenarnya saya sudah berusaha
menghilangkan rasa was-was ini, tetapi masih saja belum berhasil. Oleh karena
itu melalui tulisan ini, saya ingin berkonsultasi dengan Ustadz, bagaimana
caranya agar saya terhindar dari rasa was-was ini.
Wa’alaikum Salam Wr. Wb
Ibu
yang baik, dalam mahligai kehidupan rumah tangga- tentu semua orang pasti
pernah mengalami rasa was-was akan kesetiaan dan kujujuran dan pasangannya. Saya yakin sebagian orang pasti panik
menghadapi situasi tidak menentu seperti yang ibu alami ini. Sudah pasti muncul
berbagai macam pikiran negatif. Ketika pikiran negatif itu muncul, kita harus
melindungi diri kita dari pikiran negatif itu dan menjaga diri kita dengan
kekuatan pikiran positif. Menurut Paul Hanna, “Berpikir positif memiliki cara
kerja yang sama dengan sistem pencernaan, selain melindungi kita dari infeksi
fisik negatif, pikiran positif juga melindungi kita dari berbagai macam infeksi
lainnya.”
Oleh karena itu, al-Qur’an mengingatkan kita, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
prasangka (kecurigaan), sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa. Dan
janganlah kamu mencari-cari keburukan orang lain dan janganlah sebagian kamu
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.” (QS.
al-Hujurât, (Kamar-Kamar)[49]: 12)
Itulah mengapa dalam sebuah riwayat Rasulullah
melarang umatnya berpikir negatif. Sebagaimana yang tergambar dalam cerita
berikut ini; Suatu
hari, ketika Rasulullah sedang beriktikaf di mesjid. Datanglah istrinya,
Shafiyah binti Huyai, mengunjunginya di waktu malam. Dia berbincang sebentar
lalu bangkit untuk pulang. Rasulullah pun ikut berdiri mengantarkannya hingga
ke rumah. Tempat tinggal sang istri ketika itu adalah rumah Usamah bin Zaid. Di
tengah perjalanan, lewatlah dua orang sahabat dari Anshar. Ketika mereka
melihat Rasulullah berdua mereka mempercepat langkahnya. Rasulullah berkata,
“Tahan langkahmu, orang ini adalah Shafiyah binti Huyai.” “Subhanallah, wahai
Rasulullah,” demikian ucapan spontan kedua orang itu begitu mendengar kata
Rasulullah.
Rasulullah berkata,
“Setan itu berjalan di tubuh manusia melalui jalan darah. Saya khawatir dia
menanamkan pada hatimu berdua prasangka buruk.” Begitulah, Rasulullah melarang
umatnya berprasangka buruk. Karena prasangka buruk itu akan menciptakan pola
pikir negatif dalam diri kita. Sedangkan pikiran yang kita miliki merupakan
anugerah Allah yang terpenting bagi kita untuk meraih kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Hampir semua guru
spiritual yang pernah lahir ke bumi
mengajarkan pada kita untuk bersikap optimis dan berpandangan positif dalam
hidup ini, mencari hal-hal yang baik dan mengabaikan yang buruk. Nasihat
tersebut menjadikan hidup jauh lebih indah dan sangat mendukung untuk
memperoleh yang lebih baik. Dalam kehidupan ini terdapat hal-hal yang memang
negatif, dan cara pikir positif pun tak dapat mengubah mereka. Namun, sikap
hidup yang positif dapat benar-benar meminimalisasi dampak buruk bagi
mereka.
Selain itu juga, perlu
dibangun komunikasi persuasif antara ibu dan suami, dan juga temasuk dengan
anak-anak. Terkadang kurang terbangunnya komunikasi yang baik dalam kehidupan
berumah tangga seringkali berujung pada persepsi yang salah terhadap pasangan.
Tidak ada salahnya ibu menjelaskan perasaan was-was ibu terhadap suami. Tapi
tentu dalam situasi yang tepat dan kondisi suami sedang rileks. Ibu yang baik,
Tuhan itu Maha Baik- semoga Tuhan melimpahkan kasih sayangnya ke keluarga ibu.
Post a Comment