PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dunia global saat ini, selalu saja ada satu waktu dimana manusia merasa tidak
mengerti, tidak tahu serta tidak mampu mengatasi permasalahan kehidupan yang
dihadapinya. Bahkan, orang yang mengedepankan rasional, rang yang
sudah berhasil menempuh pendidikan jenjang tertinggi sekalipun suatu saat
mengalami kondisi saat dirinya tidak tahu dan tidak mampu.
Ketika seseorang
merasa tidak tahu dan tidak mampu untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapinya, maka ia akan membutuhkan kekuatan dari luar dirinya yang diyakini
akan bisa membantu mengatasi permasalahannya. Kekuatan dari luar mungkin bisa
Sang Pencipta atau hal-hal lain yang dianggap mampu dan diyakini mampu membantu
mengatasi permasalahan.
Sebagai Insan yang
beriman tentu saja dalam mangatasi problematika kehidupan selalu disandarkan
pada kekuatan Tuhan, tidak dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan Agama.
Apalagi sebagai umat islam dituntunkan untuk meminta pertolangan hanya
kepadanya. Sebagaimana dalam al-Qur’an dijelaskan, “Hanya kepada Engkaulah yang
Kami sembah dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. (QS.Al Faatihah
ayat 5)
Salah satu ekspresi seorang
dalam meminta pertolangan kepada Allah dengan melalui do’a pernikahan yang
dipanjatkan dengan tulus ikhlas dan dengan keyakinan penuh akan terkabulnya. Do’a
pernikahan merupakan harapan munculnya kekuatan dari Tuhan agar bisa memecahkan
permasalahan dalam tangga, Do’a pernikahan juga sebagai sugesti pasangan yang
baru menikah agar mampu mengatasi berbagai permasalahan hidup yang diahadapi.
Sebab jika ada surga di dunia, maka surga itu
adalah pernikahan yang bahagia. Tetapi jika ada neraka di dunia, itu adalah
rumah tangga yang penuh pertengkaran dan kecurigaan yang menakut di antara
suami isteri.[1] Oleh karenanya, pentingnya do’a
pernikahan dipanjatkan, agar pasangan suami isteri yang baru menikah akan
memperoleh kebagiaan dan akhirnya dapat menciptakan “surga di dunia.”
BAB II
KAJIAN
TEORITIK DOA
A. Pengertian Doa
Kata prayer (doa)[2] diartikan sebagai kegiatan
yang menggunakan kata-kata baik secara terbuka bersama-sama atau secara pribadi
untuk mengajukan tuntutan-tuntutan (petitions) kepada Tuhan. Ibnu Arabi
memandang doa sebagai bentuk komunikasi dengan Tuhan sebagai satu upaya untuk
membersihkan dan menghilangkan nilai-nilai kemusrikan dalam diri.
Menurut Zakiyah
Darajat yang dikutip oleh Dadang Ahmad fajar, doa merupakan suatu dorongan
moral yang mampu melakukan kinerja terhadap segala sesuatu yang berada diluar
jangkauan teknologi. Doa merupakan suatu bentuk penyadaran tingkat tinggi guna
mencapai kesuksesan ruhani seseorang. Di kalangan awam, doa muncul ketika
mereka berada dalam keadaan cemas akan menuju sebuah keadaan fana’ (kehancuran). Dalam hal ini, doa
merupakan wujud penyadaran atas diri yang tidak mempunyai daya upaya dalam diri
ini, selanjutnya akan terpancar keyakinan bahwa Yang Maha Esa dan Maha Benar
itu pasti ada.[3]
Doa adalah permohonan
kepada Allah yang disertai kerendahan hati untuk mendapatkan suatu kebaikan dan
kemaslahatan yang berada di sisi-Nya. Sedangkan sikap khusyu’ dan tadharru’
dalam menghadapkan diri kepada-Nya merupakan hakikat pernyataan seorang hamba yang
sedang mengharapkan tercapainya sesuatu yang dimohonkan. Itulah pengertian doa
secara syar’i yang sebenanya. Doa dalam pengertian pendekatan diri kepada Allah
dengan sepenuh hati, banyak juga dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan
Al-Qur’an banyak menyebutkan pula bahwa tadharu’
(berdoa dengan sepenuh hati) hanya akan muncul bila di sertai keikhlasan. Hal
tesebut merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang shalih.
Dengan tadharu’ dapat menambah kemantapan jiwa,
sehingga doa kepada Allah akan senantiasa dipanjatkan, baik dalam keadaan
senang maupun dalam keadaan susah, dalam penderitaan maupun dalam kebahagiaan,
dalam kesulitan maupun dalam kelapangan. Dalam Al- Qur’an Allah telah
menegaskan, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridhaan-Nya, dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan
kehidupan dunia, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami
lalaikan dari mengingati Kami serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi : 28).
Al-Qur’an juga
memberikan penjelasan bahwa orang-orang yang taat melakukan ibadah senantiasa
mengadakan pendekatan kepada Allah dengan memanjatkan doa yang disertai
keikhlasan hati yang mendalam. Sebuah doa akan cepat dikabulkan apabila
disertai keikhlasan hati dan berulangkali dipanjatkan. Hal ini banyak
ditegaskan dalam ayat Al-Qur’an, di antaranya, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan
berendah diri (tadharu’) dan suara
yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah
memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut akan tidak diterima
dan penuh harapan untuk dikabulkan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf : 55-56).
Pengertian doa bagian
dari ibadah adalah bahwa kedudukan doa dalam ibadah ibarat mustaka dari sebuah
bangunan mesjid. Doa adalah tiang penyangga, komponen penguat serta syiar dalam
sebuah peribadatan. Dikatakan demikian karena doa adalah bentuk pengagungan
terhadap Allah dengan disertai keikhlasan hati serta permohonan pertolongan
yang disertai kejernihan nurani agar selamat dari segala musibah serta meraih
keselamatan abadi.
Berdasarkan definisi
di atas, maka doa dalam penelitian ini merupakan suatu kegiatan permohonan
serta bentuk komunikasi dengan Tuhan sebagai bentuk permintaan atau harapan
yang dilakukan oleh individu kepada Allah, dalam upaya untuk suatu kebaikan,
juga sebagai salah satu upaya untuk membersihkan dan menghilangkan nilai-nilai
kemusrikan dalam diri. Sehingga dapat memberikan ketenangan pada jiwa.
Fungsi Doa
Dalam Islam, doa
dipahami dalam tiga fungsi, yakni (1) sebagai ungkapan syukur, (2) sebagai
ungkapan penyesalan, yaitu pengakuan atas penyimpangan dari ketentuan tuhan,
dan (3) sebagai permohonan, yaitu harapan akan terpenuhinya kebutuhan dan
dilengkapinya kekurangan dalam rangka mengabdi kepada tuhan.[4]
Selain berfungsi
sebagai sarana untuk memohon kepada Allah, doa juga merupakan wujud pengabdian
hakiki. Makna doa dalam diri seseorang di mana Allah didudukkan atas dua
persoalan. Pertama, sebagai pelayan,
yaitu seseorang memperlakukan Allah sebagai pelayan untuk mewujudkan segala
permohonannya. Dalam keadaan seperti ini, seseorang merasakan ketergantungan,
di mana tanpa-Nya, semua tugasnya tidak akan mencapai keberhasilan.
Kedua, Allah didudukkan sebagai Tuhan
yang Maha dari segala Maha. Konsekuensinya, tidak selalu diharap pengabulan
Allah atas setiap doa, tetapi lebih kepada kepuasan batiniah karena telah
terjalin komunikasi dengan Allah. Menurut pendapat kedua ini, doa tidak sekedar
memohon sesuatu kepada Allah, tetapi lebih tertuju pada pengabdian tanpa pamrih.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi doa di
sini adalah sebagai ungkapan sukur, ungkapan penyesalan serta sebagai ungkapan
permohonan yang dilakukan oleh individu sebagai bentuk usaha untuk mengatasi
masalahnya.
B.
Macam-macam dan Bentuk Doa
Ditinjau dari makna,
doa adalah pengharapan kepada sesuatu kekuatan yang dinilai melebihi kemampuan
dirinya. Dalam pengertian ini doa dibagi kedalam beberapa bagian. Pertama, doa mahmudah, yakni doa yang kandungannya adalah segala sesuatu yang
telah diajarkan oleh nabi Muhammad Saw melalui hadis-hadisnya atau segala hal
yang berkaitan dengan nilai kebenaran menurut syariat Islam, baik yang dibawa
Nabi Muhammad Saw maupun yang dibawa oleh nabi-nabi yang sebelumnya, serta
semua pengharapan akan kebaikan yang diperoleh oleh agama. Kedua, doa madzmumah atau
fasidah, yaitu harapan yang berakhir keburukan atau niat buruk yang
bertentangan dengan syariat, serta apa saja yang dilarang langsung oleh Rasulullah
SAW.
Dalam kategori
mahmudah, jika ditinjau dari bentuknya, dapat dibagi menjadi beberapa kelompok.
Pertama, yang menggunkan kalimat
perintah (fi’l amr) atau permohonan kepada Allah. Kedua, yang menggunakan nama-nama Allah
atau al-asma’ al-husna, yaitu dengan
membaca berulang-ulang salah satu nama-Nya dengan harapan mendapatkan sesuatu
yang sesuai dengan makna nama tersebut. Ketiga,
yang berupa pujian kepada Allah dan secara harfiah tidak menyiratkan apa yang
dimohonkan. Pada masa ini, doa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu doa fuqoha
dan doa para sufi.
C.
Cara Berdoa
Doa dapat diperoleh
dengan berbagai cara, di ataranya dibuat berdasarkan kebutuhan pribadi sehingga
perlu dengan merangkai ungkapan doa yang sesuai dengan harapanya. Selain itu,
ada cara-cara untuk mendapatkan doa yaitu: Pertama,
cara mushafahah, yaitu secara
langsung mendapat izin dari Rasulullah. Hal ini bisa dilakukan para sahabat
saat mendapat masalah yang kemudian diadukan kepada Rasulullah Saw. Di masa
sekarang doa mushafahah dilakukan
dengan cara membaca hadis-hadis Rasulullah yang diberikan izin oleh pengajar
atau guru setelah mendapat penjelasan teknis tentang apa yang dilakukan
Rasulullah dalam hadis itu.
Kedua, melalui pendekatan barzakhi, yaitu suatu metode sufi dalam
menghadapi ridha dan makrifat Allah. Doa ini dipakai dan diyakini para ahli
tasawuf sebagai doa mustajab dan ma’tsur barzakhi. Selain itu, dengan metode
barzakhi ini, mereka bukan bertemu dengan Rasulullah, melainkan bertemu dengan
para guru yang telah wafat dan kemudia mengajarkan beberapa doa Rasulullah yang
tidak sempat diterima saat guru itu masih hidup.
D. Tujuan Berdoa
1. Agar
selamat dunia akhirat;
2. Memohon
hidup selalu dalam bimbingan Allah SWT;
3. Untuk
mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT;
4. Meminta
perlindungan Allah SWT dari Setan yang terkutuk.
E. Manfaat Doa
1. Mengurangi
daya stress yang ditimbulkan oleh beraneka ragam persoalan hidup yang kita
alami mereka yang suka malas berdoa akan lebih mudah untuk mengalami stress;
2.
Meningkatkan ketegaran hati mereka yang lebih tekun berdoa akan lebih tegar
menghadapi peristiwa – peristiwa yang terjadi di luar yang dikehendakinya
bahkan peristiwa pahit sekalipun;
3. Menjadikan
yang tidak baik menjadi baik setiap orang yang tekun berdoa akan memiliki
kemampuan untuk merubah yang tidak baik menjadi baik, dibandingkan mereka yang
malas berdoa justru menjadikan yang baik menjadi buruk;
4. Layak
menerima keselamatan. Dengan berdoa tekun seseorang mendapatkan kesempatan
untuk semakin kuat dan bahkan karena relasinya yang baik dengan Allah selagi di
dunia ini ia juga akan mengalami yang sama kelak di keabadian;
5. Menurunkan
tingkat emosi atau kemarahan mereka yang lebih sering berdoa akan lebih mampu
mengendalikan diri dalam hal emosi dan kemarahan mereka yang sedang mau marah
dan kemudian berdoa niscaya emosinya menjadi stabil;
6.
Mengurangi bahkan menghilangkan rasa putus asa mereka yang tekun berdoa akan
memiliki kemampuan lebih untuk tidak mudah putus asa saat berada dalam
kegagalan dibanding mereka yang jarang bahkan sama sekali malas berdoa;
7. Membuat
orang menjadi lebih terbuka terhadap kelemahan dan kekurangan sesama mereka
yang tekun berdoa dengan baik memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap
sesamanya karena ia akan terbantu dalam doa-doanya untuk menyadari juga
kelemahan – kelemahannya sendiri
8. Meningkatkan
kemampuan dalam mengembangkan diri. Seseorang yang dalam hidupnya tekun untuk
berdoa akan memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mengembangkan diri dengan
lebih maksimal, karena ia akan semakin memahami talenta – talenta yang Tuhan
berikan dan bagaimana seharusnya dikembangkan;
9. Meningkatkan
daya tahan tubuh dari penyakit – penyakit yang disebabkan gangguan psikis
dengan ketekunan dalam berdoa, seseorang akan memiliki daya tahan secara fisik
karena mampu untuk menghadapi dan menjalani kehidupan dengan segala
peristiwanya dalam terang Kehendak Allah, sehingga tubuh tidak menjadi mudah
lemah karena beban pikiran dan pekerjaan;
10. Meningkatkan
daya cinta kasih kepada diri sendiri dan orang lain ketekunan dalam doa membuat
seseorang memiliki relasi intim dengan Tuhan Allah. Allah sendiri adalah kasih
maka mereka yang tekun berdoa niscaya memiliki daya cinta kasih yang lebih
kepada diri sendiri dan sesamanya. Mereka yang terjerumus dalam narkoba
pastilah orang yang tidak tekun berdoa karena tidak mampu mencintai dan
mengasihi diri sendiri.
F. Doa Pernikahan
Pernikahan adalah
sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan mendapat
pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi
dimakruhkan karna tidak mengikuti sunnah rasul.[5]
Arti dari
pernikahan disini adalah bersatunya dua insane dengan jenis berbeda
yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan
dengan perjanjian atau akad.
Suatu pernikahan
mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah mawaddah warohmah
serta ingin mendapatkan keturunan yang solihah. Keturunan inilah yang selalu
didambakan oleh setiap orang yang sudah menikah karena keturunan merupakan
generasi bagi orang tuanya.[6]
Pernikahan juga
bermakna upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh
dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara hukum agama, hukum
negara, dan hukum adat. Karena begitu sakralnya upacara ini, maka ketika seseorang
menghadiri suatu upacara pernikahan, entah itu pernikahan sahabat, rekan,
handai tolan, sudah lazimnya para tamu undangan memberikan ucapan atau do'a
kepada mereka.
Dan mungkin di antara
kita ada yang masih mengucapkan do'a, selamat berbahagia, semoga murah rezeki
dan banyak anak. Atau mungkin ucapan-ucapan selamat lainnya. Sebenarnya, hukum
dari pengucapan ini adalah makruh. Sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah
hadist berikut, dari Al-Hasan, pada
waktu pernikahan ‘Aqil bin Abi Thalib menikah dengan seorang wanita dari
Jasyam, para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah yaitu, birafa’ wal banin, (semoga kedua mempelai
murah rezeki dan banyak anak).[7]
Kemudian Aqil bin Abi
Thalib melarang mereka seraya berkata,
“Janganlah kalian ucapkan demikian. Karena Rasulullah SAW, melarang
ucapan demikian”. Para tamu bertanya, “Lalu apa yang harus kami ucapkan?”. Aqil
menjelaskan, bahwa disunnahkan mengucapkan doa:
بَارَكَ اللهُ
لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ
“Semoga Allah memberi
berkah padamu, semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan
kalian berdua dalam kebaikan.”[8]
Selain berdoa untuk kebahagiaan
kedua mempelai, disunnahkan menabuh rebana pada hari dilaksanakannya
pernikahan. Ada dua faedah yang terkandung di dalamnya: Pertama, publikasi (mengumumkan) pernikahan. Kedua, Menghibur kedua
mempelai. Hal ini berdasarkan hadits
dari Muhammad bin Hathib, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
فَصْلُ
مَا بَيْنَ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ
“Pembeda antara perkara halal
dengan yang haram pada pesta pernikahan adalah rebana dan nyanyian (yang
dimainkan oleh anak-anak kecil)”[9]
Sebagaimana fase
kehidupan lainnya, hari-hari dalam kehidupan berumah tangga juga diwarnai oleh
dua hal; Terkadang kita menemukan
hal-hal yang kita sukai, kadang kita menemukan hal yang tidak kita sukai.
Kadang kita mengalami hal-hal yang kita inginkan, kadang kita mengalami hal-hal
yang tidak kita inginkan. Kadang kita menjumpai perkara dan peristiwa yang
membuat hati kita senang, kadang kita menjumpai perkara dan peristiwa yang
membuat hati kita tidak senang. Pada kedua sisi itu, kita berharap ada barakah.
Pada kedua sisi itu, kita mendoakan pasangan suami istri selalu mendapatkan barakah.
Inilah yang kita tangkap dari doa ini. Dan inilah yang jauh lebih baik daripada
“bahagia dan banyak anak.”
Dalam doa yang
diajarkan Rasulullah ini, ada kata laka dan
ada ‘alaika. Meskipun sama-sama
keberkahan yang diminta, tetapi dengan adanya preposisi yang berbeda ini,
maknanya menjadi: barakah pada
hal-hal yang disenangi dan sekaligus barakah pada hal-hal yang tidak disenangi.
Jadi kita mendoakan pengantin muslim senantiasa mendapatkan keberkahan baik
dalam kondisi yang mereka senangi maupun tidak mereka senangi. Misalnya saat
mereka diluaskan rezekinya oleh Allah, mereka berada dalam keberkahan dengan
sikap syukur dan banyaknya infaq. Dan ketika suatu saat mereka berada dalam
keterbatasan ekonomi, mereka juga berada dalam keberkahan dengan sikap sabar
dan iffah-nya.[10]
Dengan mendoakan
barakah, berarti kita merangkum sekian banyak kebaikan dalam satu ikatan.
Seperti saat menyuruh seseorang untuk shalat dengan khusyu’, sesungguhnya untuk
dapat mencapai perintah itu harus thaharah dulu, berwudhu dulu,
memenuhi syarat dan rukun shalat. Demikian pula dengan barakah.
Ada suami istri yang
banyak berbahagia di dunia, tetapi di akhirat masuk neraka. Tentu bukan itu
yang kita harapkan terjadi pada saudara kita pengantin baru. Pun ada suami
istri yang pernikahannya langgeng dan abadi di dunia, tetapi keduanya masuk
neraka. Seperti Abu Lahab dan istrinya yang di-nash Allah dalam surat Al
Lahab. Tentu pula, bukan seperti ini yang kita harapkan pada saudara kita
pengantin baru. Kita mengharapkan mereka memperoleh banyak kebaikan; kendati
bahagia dan duka datang silih berganti, dan tak semua pasangan suami istri
memiliki anak yang banyak. Dan doa yang diajarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam itulah doa yang paling tepat.
BAB
III
PENUTUP
Pernikahan adalah
bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu laki-laki dan perempuan
yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad. Dengan dipanjatkannya
doa pernikahan, diharapkan keluarga yang baru terbentuk mampu menjaga
kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan. Kedua, mampu menjaga suami istri tidak terjerumus
dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat setan dan mampu menahan
pandangan dari sesuatu yang diharamkan. Ketiga,
mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan
bencrengkramah dengan pacarannya.
Pada akhirnya,
terbangun hubungan suami istri secara tulus menjalankan masing-masing
kewajibannya dengan didasari keyakinan bahwa menjalankan kewajiban itu
merupakan perintah Allah SWT yang dalam menjalankannya harus tulus ikhlas. Suami
menjaga hak istri dan istri menjaga hak-hak suami. Kemudian dari sini muncul
saling menghargai, mempercayai, setia dan keduanya terjalin kerjasama untuk
mencapai kebaikan didunia ini sebanyak-banyaknya melalui ikatan rumah tangga.
Suami menunaikan kewajiabannya sebagai suami karema mengharap ridha Allah.
Dengan menjalankan kewajiban inilah suami berharap agar amalnya menjadi
berpahala disisi Allah SWT. Sedangkan istri, menunaikan kewajiban sebagai istri
seperti melayani suami, mendidik anak-anak, dan lain sebagainya juga berniat
semata-mata karena Allah SWT. Kewajiban yang dilakukannya itu diyakini sebagai
perinta Allah, tidak memandang karena cintanya kepada suami semata, tetapi di
balik itu dia niat agar mendapatkan pahala di sisi Allah melalui pengorbanan
dia dengan menjalankan kewajibannya sebagai istri.
DAFTAR PUSTAKA
A. Al-QUR’AN
Departemen Agama
RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an
Depag RI, 2004.
Katsir, Ibnu.
Mukhtashar Tafsir Ibnu Kastsir, Jilid 8, terj. Salim Bahreisy. Surabaya: PT
Bina Ilmu, Cet. II, 1993.
B. AL-HADITS
‘Atha’, Abdul Qadir Ahmad. Adabun Nabi. Penerjemah
Syamsuddin. Jakarta: Pustaka Azzam, Cet. I, 1999.
C. BUKU
Adhim,
Mohammad Fauzil, Kado Pernikahan untuk
Istriku, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2014.
At-tihami,
Muhammad, Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam, Surabaya: Ampel
Mulia, 2004.
Fajar, Dadang Ahmad, Epistemologi Doa:
Meluruskan, Memahami, dan Mengamalkan, Bandung: Nuansa Cendikia, 2004.
Muhammad ‘uwaidah,
Syaikh Kamil, Fiqih Wanita,
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998.
Rafi Baihaqi,
Ahmad, Membangun Surga Rumah Tangga,
Surabaya: Gita Media Press, 2006.
D. SITUS
INTERNET
Muchlisin, Mengapa Rasulullah Melarang Mendoakan
Pengantin “Semoga Bahagia dan Banyak Anak.” Artikel diakses tanggal 13 Mei
2016 dari
http://keluargacinta.com/mengapa-rasulullah-melarang-mendoakan-pengantin-semoga-bahagia-dan-banyak-anak/
Yazid
bin Abdul Qadir Jawas, Tata Cara
Pernikahan, artikel diakses tanggal 13 Meri 2016 dari https://almanhaj.or.id/3229-walimatul-urus-pesta-pernikahan.html
[1]Mohammad Fauzil Adhim, Kado
Pernikahan untuk Istriku, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2014), h. 23
[2]Dalam literatur keislaman berbahasa inggris, kata
prayer kadang-kadang diartikan sebagai doa atau shalat, secara bersama-sama
atau sendirian
[3]Dadang Ahmad Fajar, Epistemologi Doa: Meluruskan, Memahami, dan
Mengamalkan, (Bandung: Nuansa Cendikia, 2004), h. 39
[5]Syaikh Kamil
Muhammad ‘uwaidah, Fiqih
Wanita, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), h. 375.
[6]Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, (Surabaya:
Gita Media Press, 2006), h. 8.
[7]Para ulama menerangkan bahwa
hukum mendoakan pengantin dengan ucapan “semoga bahagia dan banyak anak” ini
adalah makruh. Larangan tersebut tidak serta merta haram karena dalam hadits
yang lain Rasulullah membanggakan banyaknya jumlah umatnya dibanding umat
nabi-nabi sebelumnya. Jadi dalam Islam, banyak anak itu bagus. Bahagia dalam
pernikahan juga bukan sebuah hal yang dilarang. Namun, mendoakan pengantin
dengan ucapan “semoga bahagia dan banyak anak” bukanlah doa yang tepat.
[8]Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no.
2130), at-Tirmidzi (no. 1091), Ahmad (II/381), Ibnu Majah (no. 1905), al-Hakim
(II/183) dan al-Baihaqi (VII/148), dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu
‘anhu.
[9]Hadits shahih: Diriwayatkan oleh
an-Nasa-i (VI/127-128), at-Tirmi-dzi (no. 1088), Ibnu Majah (no. 1896), Ahmad
(III/418 dan IV/259), al-Hakim (II/183) dan ia berkata, “Sanadnya shahih.” Dan
disepakati oleh adz-Dzahabi. Lihat, Yazid bin Abdul Qadir
Jawas, Tata Cara Pernikahan, artikel
diakses tanggal 13 Meri 2016 dari
https://almanhaj.or.id/3229-walimatul-urus-pesta-pernikahan.html
[10]Muchlisin, Mengapa Rasulullah Melarang Mendoakan
Pengantin “Semoga Bahagia dan Banyak Anak.” Artikel diakses tanggal 13 Mei
2016 dari http://keluargacinta.com/mengapa-rasulullah-melarang-mendoakan-pengantin-semoga-bahagia-dan-banyak-anak/
Post a Comment