(49). Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari
mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya
Ishak, dan Ya'qub. dan masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi.
(50). dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari
rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.
Jalur Keturunannya
Dia
adalah Ya’qub Ibn Ishak Ibn Ibrahim a. s. dan ibunya Rifqah Binti Ibn Nahur Ibn
Azar yang mana para sejarawan menamainya Tarah. Adapun Nahur adalah saudara
Ibrahim a.s. Dan Ya’qub a.s. adalah bapaknya suku yang dua belas, dan kepadanya
bangsa Bani Israil bernasab, dan Ya’qub dinamakan Isra’il sebagaimana Allah
s.w.t. berfirman;
(93).
semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan
oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.[1]
Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum
turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah Dia jika kamu orang-orang
yang benar".
(QS. Ali ‘Imran [3]: 93)
Orang-orang
yang mengerti Taurat telah mengetahui bahwasanya Allah s.w.t. memberi nama
Ya’qub dengan Isra’il, yang artinya dalam bahasa Arab adalah “ruhullah”. Yang
dimaksdukan di sini agar kita tahu bahwa Isra’il adalah nama Nabi Ya’qub a.s.,
sebagaimana telah kami jelaskan, dan kepada Ya’qublah orang-orang Yahudi
bernasab.
Pada saat
Ibrahim sudah merasa dekat dengan ajal, sedang Ishaq ketika itu sudah masanya
untuk dinikahkan. Namun, ia tidak menghendaki Ishaq menikah dengan wanita
Kan’an karena mereka tidak mengenal Allah, di samping itu bukan dari golongan keluarga.
Ibrahim mengutus seorang hamba kepercayaannya pergi ke kota Haran, Irak untuk
melamar seorang wanita dari keluarganya. Berangkatlah hamba tersebut menuju
kota Haran, dan berkat inayah Allah, sampailah dia di kota yang dituju.
Kemudian ia memilih seorang wanita bernama Rifqah binti Bitauel ibn Nahur.
Nahur adalah saudara kandung Ibrahim. Kemudian kembalilah utusan itu memboyong
Rifqah yang akan dikawinkan dengan Ishaq.[2]
Setelah sepuluh tahun perkawinannya, Ishaq
dikaruniai dua orang putra. Yang pertama bernama ‘Iso, dalam bahasa Arab
disebut Al-Ish, yang kedua bernama Ya’qub. Ya’qub juga dipergunakan sebagai
nama Israil.[3]
Para sejarawan
menyebutkan bahwa Ya’qub as, dilahirkan di negeri Kan’an (Palestina) serta
tumbuh berkembang dalam pemeliharaan ayahandanya, Ishaq. Dan Ibunya, Rifqah
menyuruhnya untuk pergi kepada pamannya yang bernama Laban di Fidan Aram daerah
Babilonia, Irak dan menetap di sana, karena ibunya khawatir terhadap diri
Ya’qub dari penganiayaan saudaranya, ‘Ish karena saudaranya itu telah
mengancamnya. Kemudian Nabi Ya’qub as, pergi mencari pamannya. Pada sore
harinya beliau sampai di suatu tempat lalu tidur di sana. Dalam tidurnya beliau
bermimpi melihat para malaikat naik ke langit dan turun lagi. Dan beliau
melihat Tuhan mengajak bicara dengannya lalu berfirman, “Sesungguhnya Aku akan memberkati kamu dan memperbanyak keturunanmu,
Aku jadikan bumi ini untukmu dan anak cucumu setelah kamu.” Setelah bangun
dari tidurnya beliau merasa senang dengan mimpinya dan beliau bernadzar akan membangun
tempat ibadah karena Allah di tempat beliau mendapatkan mimpi yang sangat
menyenangkan itu, lalu beliau pergi mengambil sebuah batu kemudian
mencelupkannya di minyak agar tempat itu dapat diketahui, dan tempat itu
dinamakan Baitul II, yakni Baitullah, yaitu terletak di Baitul Makdis sekarang
ini yang di kemudian hari Nabi Ya’qub membangunnya.[4]
Kemudian Nabi
Ya’qub meneruskan perjalanannya, tatkala beliau sampai di tempat pamannya di
negeri Irak, di sana beliau melihat dua orang putri pamannya, yaitu Lai’ah yang
biasa dipanggil dengan laya, yakni putrinya yang besar, dan Rahil, yakni
anaknya yang kecil. Kemudian Ya’qub berkeinginan meminang anak pamannya yang
kecil (Rahil) yang lebih baik dan lebih cantik daripada kakaknya, dan pamannya
menyetujui dengan imbalan beliau harus mengabdikan dirinya selama tujuh tahun
untuk menggembalakan kambingnya. Setelah habis masa pengabdiannya, pamannya
menyediakan makanan dan mengumpulkan orang pada malam itu dan membawa putrinya
yang besar (Lai’ah) untuk dinikahkan dengan Ya’qub. Lai’ah tidak normal kedua
matanya dan kurang menarik. Pagi harinya Ya’qub tahu bahwa yang dinikahinya adalah
Lai’ah, maka Ya’qub berkata kepada pamannya, “Kenapa engkau mengkhianati saya,
karena saya meminang Rahil.” Pamannya berkata, Seandainya kamu mencintai
adiknya, maka kamu harus menggembala lagi kambing-kambingku selama tujuh tahun,
lalu aku nikahkan kamu dengan Rahil.” Kemudian beliau bekerja lagi selama tujuh
tahun, lalu pamannya menikahkan Rahil dengannya. Jadi beliau menikahi dua bersaudara
sekaligus, menurut syari’at seseorang yang menikahi dua kakak beradik itu tidak
haram, namun kemudian di dalam syari’at Taurat ketentuan semacam itu dihapus,
sebagaimana apa yang ada dalam syari’at Islam.[5]
Laban,
memberikan pada masing-masing putrinya itu seorang budak perempuan, dimana ia
memberikan Zulfa kepada putrinya Lai’ah, dan memberikan Balha kepada putrinya
Rahil, yang kemudian masing-masing memberikannya kepada Ya’qub, maka jadilah
Ya’qub memiliki empat orang orang “istri”. Kemudian dari empat wanita itu
lahirlah 12 orang anak yang disebut dengan “asbath”.[6]
Lai’ah
melahirkan enam putra, yaitu: 1. Rubel, 2. Simon, 3. Lewi, 4. Yahudza, 5.
Isakhar, 6. Zebulon, dan Rubel adalah putra sulungnya, sedangkan Lewi adalah
yang menurunkan Nabi Musa as. Adapun kata Yahudi terpetik dari Yahudza, salah
seorang putra Ya’qub as. Rahil melahirkan dua orang putra, yaitu, Yusuf as, dan
Bunyamin. Balhan, budak perempuan Rahil melahirkan dua putra, yaitu: Daan dan
Nafrali. Sedangkan Zulfa, budak perempuan Lai’ah, juga melahirkan dua putra,
yaitu: Jaad dan Asyir. Maka genaplah putra Ya’qub itu 12 orang, dengan
perincian enam orang dari Lai’ah, dua orang dari Rahil, dua orang dari Balhan,
dan dua orang dari Zulfa, dan mereka semuanya adalah saudara Yusuf yang di
dalam mimpinya beliau melihat 11 bintang, matahari, dan bulan yang bersujud
kepadanya.
Penglihatan
Nabi Ya’qub as, kabur karena meratapi putranya Yusuf yang dianiaya oleh
saudaranya, kemudian Allah mengembalikan penglihatannya itu baik kembali
setelah berkumpul dengan Yusuf setelah lama berpisah, sebagaimana firman Allah
Swt, “Maka tatkala telah tiba pembawa
kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya’qub lalu ia
kembali dapat melihat.” Ya’qub berkumpul dengan Yusuf di Mesir, dan Ya’qub
as, wafat setelah mencapai usia 147 tahun, dan hal itu berselang 17 tahun
setelah berkumpul dengan putra tercintanya, Yusuf as, Ya’qub telah berpesan
kepada putranya, Yusuf untuk menguburkannya bersama ayahnya, Nabi Ishaq as,
lalu Yusuf melaksanakan hal itu dan pergi ke Palestina dan memakamkannya di
sisi ayahnya dalam gua di Habrun (kota al-Khalil).[7]
A. Ayat-ayat yang
Berhubungan dengan Nabi Ya’qub.
Al-Qur’an
tidak menerangkan secara khusus kehidupan Ya’qub kecuali tentang hilangnya
salah seorang putranya bernama Yusuf dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
Yusuf dan yang berkaitan dengannya.[8]
Ayat-ayat yang menyebutkan nama Nabi Ya’qub as sebanyak 16 ayat di antaranya;
“Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan
itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS.
al-Baqarah [2]: 132).
“Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan
(tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu
sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu
dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha
Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”(QS. al-Baqarah [2]: 133).
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan
Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya,
adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu
lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang
yang Menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?" dan Allah
sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan.”(QS.
al-Baqarah [2]: 140).
“Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan
Yaqub kepadanya. kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan
kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian
dari keturunannya (Nuh) Yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun.
Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”(QS. al-An’am
[6]: 84).
“Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan
dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan
Ya'qub. dan masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi.”(QS. Maryam [19]: 49)
“Dan Kami telah memberikan kepada-Nya
(Ibrahim) lshak dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). dan
masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh.” (QS. al-Anbiya [21]: 72).
“Dan Kami anugrahkan kepada Ibrahim, Ishak dan
Ya'qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al kitab pada keturunannya, dan Kami
berikan kepadanya balasannya di dunia; dan Sesungguhnya Dia di akhirat,
benar-benar Termasuk orang-orang yang saleh.”(QS. al-Ankabut [29]: 27).
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami,
Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan
ilmu-ilmu yang tinggi.”(QS. Shaad [38]: 45)
Katakanlah,
“Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada Kami dan yang
diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa
yang diberikan kepada Musa, Isa dan Para Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak
membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah Kami
menyerahkan diri.”(QS. al-Imran [3]:
84)
“Sesungguhnya Kami telah memberikan
wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi
yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim,
Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman.
dan Kami berikan Zabur kepada Daud.”(QS. an-Nisa [4]: 163)
“Dan
isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu Dia tersenyum, Maka Kami sampaikan
kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir
puteranya) Ya'qub.”(QS. Huud [11]: 71)
Dan
Demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya
kepadamu sebahagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya
kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan
nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak.
Sesungguhnya Tuhanmu Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. Yusuf [12]: 6).
“Dan tatkala mereka masuk menurut yang
diperintahkan ayah mereka, Maka (cara yang mereka lakukan itu) Tiadalah
melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan
pada diri Ya'qub yang telah ditetapkannya. dan Sesungguhnya Dia mempunyai
pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. akan tetapi kebanyakan
manusia tiada mengetahui.”(QS. Yusuf [12]: 68)
“Yang akan mewarisi aku dan mewarisi
sebahagian keluarga Ya'qub; dan Jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang
diridhai.” (QS. Maryam [19]: 6).
B.
Raja yang
Berkuasa pada Masa Nabi Ya’qub
Pada masa hidup nabi Ya’qub, kekuasaan
negerinya di bawah kekuasaan raja Saljam. Dia adalah raja yang ingkar dan kufur kepada Tuhan, Allah
Swt.
Pada suatu waktu raja Saljam berjalan-jalan
memasuki daerah dimana nabi Ya’qub menetap. Melihat penduduknya yang belum
dikenal sang raja tercengang, dengan penuh kesombongan raja Saljam bertanya
kepada Nabi Ya’qub as, “Siapakah yang mengizinkan engkau bertempat tinggal di
wilayah kekuasaanku?,” Nabi Ya’qub menjawab, “Perkenalkan nama saya Ya’qub
putera Ishaq Ibn Ibrahim. Aku bertempat tinggal di sini atas izin Allah Swt.,
sesungguhnya aku diutus untuk mengajakmu masuk dalam agama Allah, yaitu dengan
mempercayai bahwa tiada Tuhan selain Allah.” Karena sinar hidayah tak berpihak
pada sang raja, ajakan Ya’qub membuat panas telinganya, dengan penuh keangkuhan
raja Saljam berkata, “Dengan apa engkau memerangi aku, sedang engkau tak punya
seorang tentara pun.” Dengan penuh kearifan nabi Ya’qub menjawab pertanyaan
raja, “Ku perangi engkau dengan bantuan Allah, malaikat, dan anak-anakku.”
Mendengar jawaban Nabi Ya’qub, membuat raja semakin berang, dan akhirnya
terjadi pertempuran antara pasukan raja dan keluarga Nabi Ya’qub.[9]
Dalam peperangan antara raja dan
perangkatnya melawan keluarga nabi Ya’qub as, membuat porak-poranda kerajaan,
sama sekali tak terduga dalam benak raja bila warganya yang baru diketahuinya
itu mempunyai kekuatan yang sangat menakjubkan. Dalam peperangan yang sangat
sengit itu, Simon meminta izin kepada bapaknya, “Ya Nabiyullah, jika engkau
izinkan, saya akan bertanggung jawab untuk meruntuhkan benteng pertahanan
musuh, serahkan saja padaku ayah,” katan Simon memohon izin. Ya’qub,
mengabulkan permohonan puteranya itu. Setelah mendapat izin dari ayahnya,
sebelum berangkat, Simon berdoa, “Ya Allah, bukakanlah pintu ini dengan mudah
dan Engkaulah ya Allah sebaik-baik yang memberi kemenangan, dengan nama-Mu ya
Allah, selamatkanlah kami.” Dengan penuh keyakinan ditendangnya benteng
kerajaan, atas pertolongan Allah dinding benteng hancur berantakan, sehingga
banyak prajurit yang mati. Setelah benteng kerajaan hancur, nabi Ya’qub dan
puteranya masuk untuk memerangi sang raja. Akhirnya Saljam dapat dikalahkan
nabi Ya’qub dan putera-puteranya, yang hanya terdiri dari beberapa orang saja.[10]
C. Nabi Ya’qub as, Sabar dalam Penantian
“Ya Bapakku, semalam aku bermimpi
melihat sebelas bintang, matahari dan bulan bersujud kepadaku.” Cerita Yusuf
suatu pagi. “Terangkanlah arti mimpiku itu, Bapak.” Nabi Ya’qub tersenyum lebar
mendengar cerita Yusuf. Dengan penuh kasih sayang beliau menjelaskan. “Itulah
kabar gembira dari Allah Swt. Dia akan mengistimewakan engkau dalam pengetahuan
dan kenikmatan, sebagaimana yang telah diberikan-Nya kepada kakek-kakekmu Nabi
Ibrahim dan Nabi Ishaq.” Yusuf mengucapkan puji syukur kepada Allah, mendengar
penjelasan sang Bapak.
“Anakku, jangan sekali-sekali engkau
ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu,” pesan Nabi Ya’qub. “Sebab hanya
akan menambah kebencian mereka kepadamu.”
Kesepuluh putra Nabi Ya’qub yang lain
memang sangat dengki dan iri kepada Yusuf dan Benyamin. Oleh karena Nabi Ya’qub
“mengistimewakan” kedua putra bungsunya tersebut. Bagi Nabi Ya’qub perlakuan beliau itu suatu
kewajaran. Sebab di samping Yusuf anak yatim juga memiliki keistimewaan. Yusuf
sangat tampan, berperangai baik dan amat luas pengetahuannya dibanding
putra-putra Nabi Ya’qub yang lain.
Suatu hari kesepuluh putra Nabi Ya’qub
memohon agar Yusuf diperkenankan ikut mereka berburu. Semula Nabi Ya’qub tidak
mengizinkan, “Bapak tidak keberatan Yusuf turut pergi bersama kalian. Tapi
Bapak khawatir Yusuf dimangsa serigala.”
Wahai Bapak kami, janganlah terlalu khawatir.
Kami semua bertanggung jawab atas keselamatan Yusuf,” anak Nabi Ya’qub yang
tertua meyakinkan. “Benar Bapak. Kami semua akan melindungi Yusuf dari mara
bahaya,” dukung yang lain. “Bukankah kami juga akan rugi bila sampai kehilangan
saudara sendiri?”
Melihat kesungguhan tutur-kata
kesepuluh anaknya. Nabi Ya’qub mengizinkan kepergian Yusuf bersama mereka.
Meski hati beliau diliputi kekhawatiran. Peristiwa ini dinyatakan di dalam
Al-Qur’an;
[1] Sesudah Taurat diturunkan, ada beberapa makanan yang
diharamkan bagi mereka sebagai hukuman. Nama-nama makanan itu disebut di
dalamnya. Lihat selanjutnya surat An Nisa' ayat 160 dan surat Al An'aam ayat
146.
[2]Afif, Abdu
Al-Fatah, Thabbarah, Ma’a Al-Anbiya fi
Al-Qur’ani Al-Karim, terj. Tamyiez Dery dkk, (Semarang: Toha Putra, Cet. I,
1985), hal. 241.
[3]Israil murakkab dari kata isra yang berarti hamba, kesucian, manusia
atau muhajir, dan il berarti Allah.
Dengan demikian, israil adalah hamba dari kesucian Allah. Ada yang memberikan
arti orang yang memerangi atau tentara Allah. Ada yang mengartikan raja yang
berjuang bersama Allah. Lihat, Afif, Abdu Al-Fatah, Thabbarah, Ma’a Al-Anbiya fi Al-Qur’ani Al-Karim,
terj. Tamyiez Dery dkk, (Semarang: Toha Putra, Cet. I, 1985), hal. 241.
[4] Muhammad, Ali
Ash-Shabuni, an-Nubuwwah Wal An-Biya,
terj. Muslich Shabir, (Semarang: CV. Cahaya Indah, Cet. I, 1994), hal. 368.
[5] Lihat,
Ath-Thabari, Tarikh, Jilid I, hal.
320. Lihat juga, Ibnu Katsir, Al-Bidayah
wan Nihayah, Jilid I, hal. 182. Lihat juga, Muhammad, Ali
Ash-Shabuni, an-Nubuwwah Wal An-Biya, terj. Muslich Shabir, (Semarang: CV.
Cahaya Indah, Cet. I, 1994), hal. 369-370.
[6]Al-Asbath adalah anak-anak Ya’qub yang berjumlah dua belas. Kata Asbath adalah jamak, sedangkan
tunggalnya sabath yang artinya anak
atau cucu. As-Sabath dalam bahasa Yahudi
berarti Kabilah dalam bangsa Arab, yakni mereka yang mempunyai nenek moyang
(ayah) satu. Dan masing-masing anak Ya’qub sebagai ayah dari Sabath di kalangan bangsa Israil. Maka
seluruh bangsa Israil merupakan keturunan dari dua belas anak Ya’qub tersebut.
Dari Al-Sabath ini lahirlah beberapa
Nabi, antara lain dari Sabath Lawi muncul beberapa Nabi, yakni Nabi Musa,
Harun, Ilyas dan Ilyasa. Dari Sabath
Yahudza lahir Nabi Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan Isa. Sedang dari Sabath
Bunyamin muncullah seorang Nabi, yaitu Yunus. Lihat, Afif Abdu Al-Fatah
Thabbarah, Ma’a Al-Anbiya fi Al-Qur’ani
Al-Karim, terj. Tamyiez Dery dkk, (Semarang: Toha Putra, Cet. I, 1985),
hal. 243.
[9] Rafi’udin, Lentera Kisah dua puluh lima Nabi dan Rasul,
(Jakarta: Kalam Mulia, Cet. I, 1997), hal. 108-109.
(Yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf
dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita
sendiri, Padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah
kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.
Bunuhlah Yusuf atau buanglah Dia kesuatu daerah (yang tak
dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu
hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.
Seorang diantara mereka berkata: Janganlah kamu bunuh
Yusuf, tetapi masukkanlah Dia ke dasar sumur supaya Dia dipungut oleh beberapa
orang musafir, jika kamu hendak berbuat.
(QS. Yusuf
[12]: 8-10)
Untuk
kelanjutan cerita Yusuf, mari kita pahami ayat-ayat berikut ini;
Mereka berkata, “Wahai ayah Kami, Sesungguhnya Kami pergi berlomba-lomba
dan Kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang Kami, lalu Dia dimakan
serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada Kami, Sekalipun Kami
adalah orang-orang yang benar."
Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu.
Ya'qub berkata, "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik
perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku). dan
Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu
ceritakan."
(QS. Yusuf [12]: 17-18)
Hari
perjumpaan Nabi Ya’qub dengan Yusuf
Ayah
dan saudara-saudaranya tinggal di Palestina. Krisis dan kelaparan juga melanda
negeri itu. Ketika mendengar kebaikan hati penguasa Mesir, mereka pergi ke sana
untuk meminta bantuan. Di saat saudara-saudaranya itu menemui Nabi Yusuf,
mereka tidak lagi mengenalnya karena saat ditinggal di dalam sumur umurnya baru
10 tahun. Sekarang, mereka datang dan memohon belas kasihannya. Mereka
mengharap bantuan makanan dari penguasa yang terkenal baik hatinya tersebut.
Biasanya,
ketika orang yang meminta bantuan datang, selalu ditanya asalnya, berapa
jumlah keluarganya, dan berapa kebutuhan
yang diperlukan. Namun, ketika sampai giliran saudara-saudaranya itu, Nabi
Yusuf tidak lagi menanyakan hal itu, tapi menanyakan keberadaan saudara seayah
mereka. Saudara-saudaranya itu bingung ketika ditanya tentang saudara seayah
mereka.
Nabi
Yusuf berjanji, jika saudara seayah mereka bisa dihadirkan, maka jumlah bahan
makanan itu akan ditambah. Mereka menjawab, “Maaf, kami tidak bisa menghadirkan
dia ke sini.” Mereka bukan tidak mau, tetapi mereka menyadari betapa sulitnya
membujuk sang ayah untuk mengizinkan lagi membawa saudaranya itu bersama-sama
mereka setelah apa yang dilakukan terhadap Nabi Yusuf.
“Jika kamu tidak membawanya kepadaKu, Maka kamu tidak akan mendapat sukatan
lagi dari padaku dan jangan kamu mendekatiku.”
(QS. Yusuf
[12]: 60)
Nabi Yusuf mengancam, jika saudaranya
itu tidak dibawa maka tidak ada lagi bantuan untuk mereka selamanya.
Mereka berkata, “Kami akan membujuk Ayahnya untuk membawanya (ke mari) dan
Sesungguhnya Kami benar-benar akan melaksanakannya.”
(QS. Yusuf [12]: 61)
Mendengar ancaman itu, mereka pasrah
dan akan berusaha meminta ayah mereka menginzinkan membawanya.
Yusuf berkata kepada bujang-bujangnya, “Masukkanlah
barang-barang (penukar kepunyaan mereka) ke dalam karung-karung mereka, supaya
mereka mengetahuinya apabila mereka telah kembali kepada keluarganya,
Mudah-mudahan mereka kembali lagi.”
(QS. Yusuf [12]: 62)
Setelah
saudara-saudaranya setuju, Nabi Yusuf menyuruh para pembantunya memasukkan
kembali barang-barang kerajinan mereka ke dalam karung supaya mereka tahu
barang-barang itu kembali utuh dengan harapan mereka mau kembali lagi ke Mesir.
Ketika
tiba di rumah, mereka terkejut dan gembira melihat bantuan yang banyak dan
barang-barang mereka sendiri kembali utuh. Mereka kagum dengan kebaikan hati
penguasa itu. Atas dasar itu, mereka membujuk sang ayah untuk mengizinkan
membawa Bunyamin bersama mereka pada kunjungan yang kedua nanti.
Mereka
berhasil membujuk ayahnya untuk membawa Bunyamin. Pada kunjungan kedua ini,
Bunyamin ikut bersama mereka menemui Penguasa Mesir yang baik hati itu. Nabi
Yusuf memenuhi janjinya memberi bantuan bahan makanan karena telah membawa
saudara seayah mereka tersebut. Tapi, diam-diam dimasukkan sebuah gelas emas
milik raja ke salah satu kantong mereka.
Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan
mereka, Yusuf memasukkan piala (tempat minum) ke dalam karung saudaranya.
kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan, "Hai kafilah,
Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri".
(QS. Yusuf [12]: 70)
Mereka terkejut dan berkata, “Tidak
mungkin, kalian tahu maksud kedatangan kami kemari. Tidak ada niat untuk
berbuat kerusuhan di tempat ini, kami hanya ingin minta bantuan. Kami bukanlah
pencuri!”
Akhirnya
diambil kesepakatan, siapa saja yang ditemukan dalam karungnya gelas emas raja
itu, maka dia dilarang pulang dan harus menjalani hukuman.
“Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa)
karung saudaranya sendiri, kemudian Dia mengeluarkan piala raja itu dari karung
saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut
Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang Raja, kecuali Allah menghendaki-Nya.
Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang
yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha mengetahui.”
Mereka berkata, "Jika ia mencuri, Maka Sesungguhnya, telah pernah
mencuri pula saudaranya sebelum itu". Maka Yusuf Menyembunyikan
kejengkelan itu pada dirinya dan tidak menampakkannya kepada mereka. Dia
berkata (dalam hatinya): "Kamu lebih buruk kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu terangkan itu.”
(QS. Yusuf [12]: 76-77)
Kemudian
saudara-saudara Yusuf yang lain berkata, “Tolonglah kami, mohon jangan
mengambilnya. Dia memiliki seorang ayah yang sudah sangat tua. Ambillah salah
satu dari kami untuk menggantikannya karena kami tidak mungkin kembali tanpa
membawanya.”
Usaha mereka sia-sia.
Bunyamin tetap tidak bisa pulang bersama mereka. Kemudian, saudara-saudaranya
yang lain kembali ke Palestina. Setelah bertemu dengan ayah mereka, diceritakan
semua kejadian itu padanya. Ayah mereka tidak percaya.
Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya)
seraya berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua
matanya menjadi putih karena Kesedihan dan Dia adalah seorang yang menahan
amarahnya (terhadap anak-anaknya).
(QS. Yusuf [12]: 84)
Anak-anaknya
heran dan bertanya, “Ayah, di saat sedih begini engkau masih ingat Yusuf?”
Ya’qub menjawab, “Aku tidak mengeluh pada siapa-siapa, tapi aku hanya sampaikan
keluhan dan kesedihan ini kepada Allah.”
(Ya’qub berkata), “Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka
carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir.”
(QS. Yusuf [12]: 87)
Sekali
lagi Nabi Ya’qub meminta anak-anaknya pergi ke Mesir untuk mencari saudaranya
tersebut. Ketika berjumpa dengan Nabi Yusuf, mereka berkata;
Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: "Hai Al
Aziz, Kami dan keluarga Kami telah ditimpa kesengsaraan dan Kami datang membawa
barang-barang yang tak berharga, Maka sempurnakanlah sukatan untuk Kami, dan
bersedekahlah kepada Kami, Sesungguhnya Allah memberi Balasan kepada
orang-orang yang bersedekah".
(QS. Yusuf [12]: 88)
Nabi
Yusuf merasa, mereka sudah berubah. Ketika barang-barang yang akan ditukar
dengan makanan itu diberikan kepada Nabi Yusuf, mereka ditanya;
Yusuf berkata, “Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu
lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu
itu?”
(QS. Yusuf [12]: 89)
Mereka berkata, “Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab: "Akulah Yusuf dan ini
saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami".
Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, Maka Sesungguhnya Allah
tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik"
Mereka berkata, "Demi Allah, Sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu
atas Kami, dan Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang bersalah
(berdosa)".
Dia (Yusuf) berkata, "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu,
Mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara
Para Penyayang".
(QS. Yusuf [12]: 90-92)
Nabi
Yusuf berkata, “Tidak usah takut dan khawatir, kalian tidap apa-apa. Sekarang,
temui ayah dan usapkan baju ini ke wajahnya. Setelah itu, pindahlah kalian
semua ke Mesir”
Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf, Yusuf merangkul ibu bapanya
dan Dia berkata, "Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam Keadaan
aman".
Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. dan mereka
(semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. dan berkata Yusuf,
"Wahai ayahku Inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; Sesungguhnya Tuhanku
telah menjadikannya suatu kenyataan. dan Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat
baik kepadaKu, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa
kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku
dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha lembut terhadap apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(QS. Yusuf [12]: 99-100)
Perhatikanlah
kemuliaan yang ditunjukkan Nabi Yusuf. Kepada ayahnya dia tidak berkata,
“Mereka sengaja meletakkanku di dalam sumur agar tidak sakit hati.” Nabi Yusuf
juga tidak berkata, “Saya selamatkan kalian dari kelaparan,” tetapi dia
berkata, “Allah membawa kita dari dusun padang pasir.” Terhadap
saudara-saudaranya pun dia berkata, “Setanlah yang telah merusak hubungan
kami.” Sungguh akhlak yang sangat agung.
Post a Comment