BAB I
Pendahuluan
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan
Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati
syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.”
(QS. an-Nisâ’
(perempuan) [4]: 69- 70)
Kehidupan para Nabi
adalah keteladanan terbaik bagi setiap umat manusia. Ia menjadi miniatur dari
keagungan Tuhan yang mesti kita tangkap, untuk memaksimalkan
proses dakwah- dalam upaya membentuk umat terbaik (khairu ummah) dan membangun peradaban di bumi. Meminjam istilah
Basam Rusydi, “kehidupan para nabi adalah laksana prisma yang memantulkan
citra-citra keilahian ke seluruh semesta, para Nabi menjadi sekolah kehidupan
di mana setiap ummat bisa belajar memahami hidup dan membangun peradaban.”
Perjalanan dakwah para nabi adalah ibarat membangun-
bangunan yang megah dan indah. Sebagaimana
yang dikemukakan Basam Rusydi;
“Nabi Adam as, membangun batu bata taubat, Nabi Nuh
as, membangun bata meluruskan akidah, Nabi Hud as, membangun bata syukur, Nabi
Shaleh as, membangun bata ekonomi, Nabi Ibrahim as, membangun bata ketaatan,
Nabi Ya’qub as, membangun bata dalam mendidik anak dan kesabaran, Nabi Luth as,
membangun bata hubungan seksual yang benar, Nabi Yusuf as, membangun bata
kesucian dan kehormatan diri, Nabi Syuaib as, membangun bata kekayaan yang
halal, Nabi Musa as, membangun bata sikap lembut terhadap orang-orang yang keji
dan pembela kaum yang tertindas, Nabi Daud as, membangun bata hukum yang adil,
Nabi Sulaiman as, membangun bata cara berperang dan hidup masyarakat madani,
Nabi Isa as, membangun bata sikap toleransi dan berbuat baik, dan Nabi Muhammad
Saw, memanfaatkan semua bata bangunan tersebut, membangun bata akal, ilmu,
hikmah dan kesucian.”
Seperti yang disabdakan
Nabi Muhammad Saw, “Perumpamaan antara aku dan para Nabi dan Rasul sebelumku
adalah seperti sebuah kaum yang membangun rumah, mereka memperindah bangunan
tersebut, tetapi ada dindingnya kehilangan sebuah batu bata. Maka saat manusia
memasukinya mereka berkata, “Alangkah megah dan indahnya jikalau batu bata pada bangunan ini lengkap.” Akulah
batu bata (pelengkap) itu, dan aku juga penutup para Nabi dan Rasul Swt.”[1]
Nah, berangkat dari kenyataan itulah, kiranya perlu kita
menelisik lebih dalam lagi- menelusuri kisah perjuangan mereka (para Nabi) agar
kita dapat mengambil mutiara berharga dibalik kisah kehidupan mereka. Dalam hal
ini, pemakalah mencoba mengangkat kisah
Nabi Ya’qub serta berusaha menyelami berbagai romantika yang terjadi
didalamnya. Tentu yang terpenting adalah bagaimana kita dapat mengambil mutiara
hikmah dibalik kisah Nabi Ya’qub tersebut.
[1]Muhammad
Basam Rusydi Az-Zain, Madrasatul Anbiya
‘Ibar wal Adhwa, terj. Fadhilah Ulfa, Vol, 2 (Yogyakarta: Cet. I, 2007),
hal. 5
Post a Comment