Kenali musuh, kenali diri sendiri, maka
kemenangan tidak akan terancam. Kenali lapangan, kenali iklim, maka kemenangan
akan lengkap
(Sun Tzu)
Sampai saat ini kita melihat adanya gejala sosial yang
terjadi bahwa rakyat sudah lelah dibohongi, rakyat juga mulai takut terhadap
perubahan, rakyat merindukan kemapanan, situasi stabil (stabilitas), dan juga
kepastian kebijakan. Rakyat butuh perubahan yang bisa langsung di rasakan bukan
hanya dengan janji-janji politis.
Hingga pada satu kesimpulan, bahwa setiap calon peserta
Pemilu baik calon legislative, calon perseorangan (DPD), calon pasangan Kepala
Daerah dan Wakilnya, ataupun pasangan Kepala Negara dan Wakilnya, masing-masing
harus mempersiapkan diri dengan baik menjelang perhelatan besar nanti.
Bentuk persiapan harus di pikirkan jauh-jauh hari, bukan
instant, beberapa pasangan yang saya tahu meremehkan proses persiapan ini.
Ketenaran pada era Pemilu saat ini sudah tidak signifikan terhadap perolehan
suara, rakyat sudah banyak belajar dan menjadi pintar untuk tidak hanya sekedar
melihat terkenal atau tidak calonnya melainkan juga kepercayaan akan pola
kepemimpinan dan kinerjanya yang sudah harus bisa dilihat.
Beberapa
hal dalam catatan saya, yang sangat berpengaruh dalam kemenangan seorang calon
peserta pemilu,
1. Tim
sukses atau tim pemenangan
Orang–orang yang berada dalam Tim sukses haruslah orang-orang
yang profesional dan solid. Sebuah tim pemenangan haruslah yang benar-benar
memahami kelemahan dan kekuatan calonnya, juga aturan main yang berlaku dalam
pemilu. Tim sukses haruslah orang-orang yang mau mendengar pendapat, saran,
peka terhadap perubahan strategi lawan dan dapat membaca situasi dan kondisi,
serta pandai dalam mengambil sikap, beberapa hal dibawah ini yang sangat
berperan:
a. Peran
Saksi di TPS
Tim Pemenangan adalah orang-orang yang solid, professional.
Terlihat dari fungsi saksi adalah untuk berkontribusi sebagai bank datanya,
sehingga hasil rekapitulasi pada setiap TPS mampu dia rekam dengan rinci untuk
kemudian dimasukkan sebagai data dalam proses penghitungan perolehan suara
calonnya.
b. Peran
Tokoh Masyarakat
Tim sukses di Indonesia juga harus mampu menjadi jembatan
silaturahmi antara pasangan calon yang diusungnya dengan sejumlah tokoh
masyarakat yang berpengaruh di wilayah tersebut. Signifikankah? Percayalah
dengan pola tradisi sebagian masyarakat Indonesia (dari tingkat pendidikan yang
beraneka ragam) peran tokoh masyarakat sangat signifikan terhadap hasil
perolehan suara.
2.
Kampanye
Kampanye adalah bagian strategi pemenangan yang lain yang
juga merupakan akses menuju tujuan. Dalam kampanye hendaknya setiap pasangan
calon memberikan beberapa visi dan misi yang jelas terhadap apa yang hendak
menjadi prioritas kebijakannya nanti ketika dia menjabat, sejauh mungkin
mengindari kampanye yang menjelek-jelekan calon pasangan lainnya. Sebagai
contoh, belajar dari pengalaman berpolitik Negara asal demokrasi yaitu srategi
Kampanye Barack Obama (Presiden Amerika terpilih), ketika menjelang deadline
hari pemungutan saura, dimana lawan politiknya John M-Cain mengeluarkan
strategi kampanye yang menjelek-jelekkan dirinya. Barack Obama membuat gebrakan
dengan tidak balik menyerang, malah dia mengeluarkan kampanye tentang
penjabaran program-program kerja yang akan dilakukan ketika dia menjabat nantinya
hingga lima tahun kedepan.
Artinya strategi Black champagne tidak akan pernah mendapat
simpatik publik dalam bentuk apapun, melainkan malah akan menimbulkan penasaran
lebih oleh publik terhadap calon pasangan lawannya hingga menurunkan rasa
simpatik publik terhadap dirinya.
3.
Sosialisasi
Berbagai
aksi dan strategi dilakukan untuk memperkenalkan diri maupun program kepada
masyarakat dalam menghadapi Pilkada. Termasuk Partai Politik yang menjadi
perahu� untuk membawa kandidat ke Pulau pertarungan politik. Partai-partai juga
melakukan berbagai cara untuk melakukan seleksi, konvensi, rekrutmen, dan lobi
untuk menjaring siapa kandidat yang akan diusungnya menjadi Calon Kepala
Daerah, baik yang berasal dari internal maupun eksternal Partainya. Berdasarkan
fakta, Partai Politik sebagai Organisasi Politik yang sudah memiliki jaringan
sampai ke level akar rumput (grass root),
sangat dibutuhkan oleh para kandidat. Pertama sebagai persyaratan administratif
dalam UU Politik Indonesia bahwa salah satu yang berhak-disamping calon
independen-mencalonkan Kepala Daerah adalah Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik yang memiliki 15 % perolehan suara atau perolehan kursi DPRD pada
Pemilu legislatif.
Kedua,
sebagai aset strategis dan mesin politik untuk menggerakkan dan menjalankan
strategi dan program pemenangan dengan sumberdaya yang dimiliki oleh Partai
seperti jaringan, SDM, citra maupun strukturnya sampai tingkat yang terbawah.
Akan tetapi mengandalkan kekuatan Partai saja belumlah cukup. Apalagi kalau
menggunakan logika matematika hasil suara Partai pada Pemilu Legislatif untuk
mengukur kemenangan pada Pilkada. Sebagai contoh pada Pilkada Gubernur Sumbar
misalnya Partai yang perolehan suaranya terbesar belum tentu mengantarkan
kandidat yang diusungnya untuk menjadi pemenang Pilkada, bahkan mungkin jauh
berada dibawah calon lain yang Partai yang mengusungnya. Banyak faktor yang
menentukan kemenangan kandidat Kepala Daerah, disamping hasil perolehan suara
Partai pada Pemilu sebelumnya, efektifitas dan daya gerak sumber daya manusia
Partai yang diistilahkan dengan mesin politik partai lebih menentukan.
Kemudian
yang sangat penting berikutnya adalah citra dan popularitas kandidat di mata
pemilih, strategi marketing, strategi public relation, lama waktu kandidat
memperkenalkan dirinya ketengah masyarakat, kinerja dan track recordnya selama
ini, frekuensi dan kualitas penampilan kandidat di media massa, performance,
kompetensi, pesona fisik maupun aura� yang dipancarkan oleh kandidat yang
mempengaruhi pasar politik yang terdiri atas tiga bagian yaitu: pemilih,
kelompok berpengaruh (influencer groups)
dan media massa.
4. Mengadakan
Riset Politik
Salah
satu bahan utama untuk pemenangan lainnya adalah Riset Politik. Menurut Johnson
(2001), dalam sistem Pemilu yang demokratis, riset politik merupakan alat yang
vital. Kandidat akan sulit memenangkan persaingan jika tidak mengetahui
kekuatan dan kelemahan pesaing, perilaku pemilu pemilih, segmentasi pemilih,
peta wilayah dan faktor lainnya. Kampanye dan propaganda menurut kandidat
semata, akan menyebabkan berpalingnya pemilih ke kontestan lain karena, apa
yang disampaikan tidak sesuai dengan aspirasi pemilih. Atau kalaupun kandidat
mengetahui apa aspirasi pemilih, namun jika tidak mengetahui cara-cara yang
tepat untuk penempatan substansi yang diinginkan, sangat mungkin akan
menimbulkan mispersepsi atau pengaburan makna dari pesan yang disampaikan. Atau
boleh jadi juga pesaing melakukan pendekatan dengan cara yang berbeda namun
lebih efektif, bisa juga dengan cara yang sama pesaing dapat menggagalkan
kemenangan kita karena mereka melakukannya dengan lebih baik.
Oleh
karena itu, untuk mengantisipasi kemungkinan itu kontestan perlu melakukan
riset untuk mengetahui kekuatan dan strategi pesaing. Beberapa kegunaan utama
dari riset politik antara lain: pertama, untuk menyusun strategi dan taktik.
Adman Nursal (2004) mengatakan Strategi kampanye politik tanpa riset bagaikan
orang buta yang berjalan tanpa tongkat. Sebaliknya riset tanpa sumber daya
strategis seperti desain strategi, orang, dana dan sumber daya lainnya ibarat
orang lumpuh yang memahami jalan dan peta akan tetapi tidak memiliki kendaraan
untuk menuju tempat yang diinginkannya. Kedua, riset untuk memonitor hasil
penerapan strategi. Implementasi sebuah strategi, akan menimbulkan respon dari
pesaing. Reaksi para pemilih perlu diketahui untuk menerapkan strategi
berikutnya. Riset monitor politik berorientasi pada tindakan dan reaksi
terhadap kondisi saat ini. Jika hasil riset adalah begini, maka apa tindakan
yang akan dilakukan.
Salah
satu metode riset yang paling populer adalah dengan poling atau survei. Menurut
Kavanagh sebagaimana dikutip Adman Nursal (2004) bahwa penyelenggaraan polling
memberi input informasi yang relevan untuk membuat strategi marketing politik,
diantaranya adalah membangun citra, menyusun kebijakan, tracking atau memantau
kelemahan dan kekuatannya dari waktu ke waktu dan menetapkan pemilih sasaran
yang berdasarkan karakter tertentu yang menjadi targetnya. Menurut Shea dan
Burton (2001), kita perlu melakukan riset terhadap profil data pesaing. Riset
mengenai data pesaing sangat bermanfaat dalam menyusun strategi marketing
politik. Riset yang dilakukan adalah untuk memperkirakan apa yang ditawarkan
pesaing untuk masa depan (evaluasi prospektif) dan bagaimana reputasinya dimasa
silam (evaluasi introspektif).
Evaluasi
prospektif kegunaannya adalah untuk memprediksi apa yang ditawarkan kandidat
pada pemilih untuk masa depan, sehingga kita bisa memberikan prospektif yang
lebih unggul. Sedangkan evaluasi introspektif berguna dengan asumsi perilaku
masa lalu merupakan cermin untuk menduga prilaku dimasa depan. Evaluasi
introspektif ini juga mesti dilakukan oleh kandidat pada dirinya untuk
mengetahui kelemahan dirinya, sehingga ketika kelemahannya diserang oleh pesaing
dia dapat mempersiapkan langkah-langkah antisipasinya. Riset berikutnya yang
penting dilakukan adalah riset untuk memantau perkembangan opini publik. Untuk
hal ini Johnson (2001) mengajukan 6 jenis riset : pertama, focus group
analysis, dilakukan beberapa bulan sebelum pemilihan. Idealnya 12 -14 bulan
sebelum pemilihan.
Riset
dilakukan dengan membentuk empat sampai lima group diskusi yang
masing-masingnya terdiri dari 8 sampai 12 orang. Kedua adalah benchmark survey,
untuk mengetahui rincian kekuatan dan kelemahan kontestan-kontestan yang
bersaing. Pada survey ini diketahui juga peluang-peluang yang dapat
dimanfaatkan dan tantangan atau ancaman yang mesti diantisipasi. Idealnya
benchmark survey ini dilakukan 10 hingga 12 bulan sebelum Pemilu/Pilkada dengan
melibatkan 500 sampai 1.200 responden. Ketiga, focus group analysis after
benchmark, dengan melibatkan beberapa group yang terdiri dari 8 sampai 12
partisipan, untuk mendiskusikan secara mendalam hasil benchmark survey.
Keempat,
trend survey yang dilakukan beberapa bulan setelah benchmark poll. Hal ini
dilakukan beberapa bulan setelah benchmark poll, ketika kampanye sedang
berjalan dimana masing-masing kontestan sudah menjalankan strateginya. Survei
ini melibatkan 500 sampai 1.200 pemilih. Kelima, dial meter atau tes pasar
tentang iklan kontestan dan iklan pesaing berdasarkan hipotesis kandidat
sebelum iklan disiarkan. Tes ini biasanya melibatkan 30 sampai 40 orang
partisipan untuk melihat bagaimana respon partisipan terhadap iklan yang akn
disiarkan. Keenam, tracking polls, biasanya dilakukan pada minggu terakhir
kampanye untuk mengetahui kecendrungan terakhir publik. Biasanya dilakukan
dengan melibatkan 400 responden dengan menukar 100 responden setiap 2 malam.
Tujuan tracking polls ini adalah untuk mengeluarkan “jurus terakhir� dari
kandidat untuk memperebutkan kursi politik.
Berdasarkan
keterangan diatas, tinggal bagaimana kesiapan dan kemauan kandidat atau
kontestan untuk menerapkan hasil riset yang dilakukan. Berdasarkan ini,
kandidat telah melakukan cara-cara kampanye dan pemenangan dengan
langkah-langkah yang cerdas, dan bukan yang membodohi pemilih dengan cara-cara
yang kurang mendidik seperti menyogok pemilih dengan uang (money politics).
Atau dengan politik yang kotor seperti melakukan fitnah atau pembunuhnan
karakter terhadap pesaingnya. Akan tetapi mengungkapkan track record
negatif/jelek pesaing dalam artian sebenarnya supaya menjadi bahan pertimbangan
publik boleh saja sebagai alat kontrol sosial.
Post a Comment