Tak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sampai saat ini lebih banyak dikembangkan oleh Barat. Literatur berupa buku yang menjadi acuan para pengelola organisasi modern hampir seluruhnya dikarang dan diterbitkan oleh Barat. Tidak mengherankan jika kepemimpinan mereka diilhami oleh pendapat-pendapat para ahli Barat.
Barat mengajarkan bahwa demokrasi dapat melahirkan manusia merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Ada tiga hak dasar yang saling berkaitan yaitu hak untuk hidup, hak atas kebebasan, dan hak atas keselamatan pribadi. Oleh karena itu, di Barat tumbuh subur ajaran yang menyatakan bahwa biarlah semua berlangsung dan berlalu dengan sendirinya dan tidak membiarkan atau memperbolehkan ikut campur tangan pemerintah, sehingga rakyat bisa menerapkan persaingan bebas. Ini menunjukkan bahwa ajaran dan budaya Barat adalah kebebasan. Manajemen yang dianut berdasar pada rasionalitas, karena lebih didasari pada iptek. Penelitian terhadap organisasi dan manajemen telah dilakukan sejak Revolusi Industri. Revolusi Industri dianggap sebagai tonggak sejarah kemajuan iptek.
Taylor (dalam
Winardi, 2002) memperkenalkan scientific management sebagai hasil
penelitiannya di pabrik yang ia pimpin sendiri. Dengan segera prinsip-prisip
umum manajemen Barat berkembang dan dianut dunia. Selain rasionalitas sebagai
pinsip umum manajemen, Taylor memperkenalkan efisiensi, tertib administrasi,
pengawasan yang efektif, perhitungan cost yang tepat, metode, dan
pembagian kerja yang jelas.
Suatu keputusan
bisnis yang rasional harus dapat diuji dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Dalam memecahkan suatu masalah berlaku kaidah ilmiah umum yang terdiri dari
langkah-langkah, merumuskan suatu masalah, mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan masalah yang akan diselesaikan, menyusun alternatif, memilih
alternatif terbaik, dan akhirnya implementasi dari keputusan yang diambil.
Demikian proses ini berulang-ulang yang harus dilakukan oleh pemimpin. Siapa
pun yang menjadi anggota partai memahami dan mengerti, jika suatu keputusan
diambil oleh pemimpin atas nama partai pasti melalui proses demikian. Dalam
penunjukan dan pemilihan pemimpin telah dipersiapkan dengan matang, misalnya
telah menduduki jabatan eksekutif (gubernur negara bagian, menteri, jaksa agung,
kemiliteran, dan lain-lain), serta jabatan legislatif (anggota senat). Memang
seperti di Amerika Serikat ada kesan bahwa jabatan-jabatan politik dikuasai
oleh beberapa keluarga atau marga, tetapi proses seleksinya dilakukan secara
terbuka, misalnya melalui partai politik yang ada yaitu republik dan
demokrat.
Kaderisasi melalui
partai adalah sangat efektif, apalagi untuk jabatan politis. Calon pimpinan
dipersiapkan dengan matang melalui kriteria obyektif dan menjadi keputusan
partai. Persaingan dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh siapa pun,
dengan landasan demokrasi yang memenuhi syarat. Artinya, siapa pun yang masuk
dalam gelanggang persaingan terlebih dahulu harus terseleksi oleh kualifikasi
yang ditentukan. Oleh karena itu, kader yang terpilih menjadi pemimpin
benar-benar telah memenuhi kriteria dan merupakan pilihan terbaik.
Sebagai contoh, bagaimana ketatnya
pemilihan presiden di Amerika Serikat dan Perancis, perdana menteri di Inggris,
kanselir di Jerman, serta perdana menteri di Spanyol dan Australia. Seleksi
presiden di Amerika Serikat dilakukan dengan melalui beberapa tahapan konvensi
(dimulai dari partai dan dilanjutkan secara nasional). Hal itu telah dilakukan
sejak Amerika merdeka, pada tahun 1800-an. Oleh karena itu, jika bangsa Amerika
menyebut dirinya sebagai kampiun demokrasi tidaklah terlalu salah. Para imigran
yang datang dari Eropa ke Amerika ingin mendirikan suatu negara yang demokratis
berdasarkan asas kebebasan yang tidak akan diperoleh di daerah asalnya.
Kaderisasi untuk
mempersiapkan pemimpin-pemimpin di Barat melalui partai sudah sangat mantap,
dan siapa pun yang menganggap mampu dapat ikut bersaing. Selain dukungan dari
partai, kemampuan pribadi dari kader tak dapat ditinggalkan.
Teori demokrasi ala
Barat banyak diekspor ke negara sedang berkembang dengan harapan dapat
diterapkan dan berhasil. Sudah sangat populer, jika pemerintahan yang diktator
tumbang atas bantuan Barat, biasanya selang beberapa saat ketika stabilitas
mulai membaik, langsung diadakan pemilihan umum sebagai ciri demokrasi.
Para kader dan
pemimpin Barat mempunyai kelemahan terutama terlalu mengandalkan rasionalitas,
sehingga mengesampingkan hakikat manusia. Menurutnya, konsep leadership Barat
dapat diterapkan dalam dunia mana pun tanpa melihat akar sejarah dari suatu
kawasan atau negara. Falsafah kebebasan dan persaingan mengamanatkan, siapa
mampu itulah yang akan memenangkan persaingan dan berlaku dalam segala aspek
kehidupan.
Sedangkan
dalam konteks keindonesiaan, pengalaman Indonesia menuju negara demokrasi amat
menarik untuk diikuti. Sebagai bangsa terjajah ratusan tahun lamanya, budaya
penjajah dan lokal berinteraksi mewarnai pola kehidupan bangsa ini. Kondisi ini
sangat mempengaruhi kaderisasi pemimpin di Indonesia. Sejak kemerdekaan, seolah
pemimpin di Indonesia muncul karena kehendak sejarah.
Sebenarnya,
kaderisasi dalam tubuh partai politik terdapat beberapa variasi. Ada partai
yang mendudukkan kadernya sesuai nilai dan mekanisme partai dengan urutan
senioritas dan lamanya mengabdi pada partai, terdapat juga yang merekrut sama
sekali orang baru dengan pertimbangan keturunan dari orang terkenal, mempunyai
akses dan sumber daya yang besar yang nantinya dapat menjadi vote getter dalam pemilu.
Kaderisasi yang
dapat menghasilkan pemimpin andal harus memenuhi kriteria sebagai berikut,
1) mempunyai visi dan misi yang jelas dalam
jangka pendek maupun jangka panjang,
2) meletakkan
manusia menjadi mesin penggerak organisasi dan menjunjung tinggi nilai
kebersamaan.
3) sistem dan mekanisme rekrutmen dan
penempatan personel yang jelas dan terbuka.
4) efektivitas komunikasi terjamin untuk
menghindari hambatan atau sumbatan komunikasi.
5) peka dan mampu
mengelola perubahan.
6) kebijakan
pemeliharaan dan pembinaan jelas, jujur, menghindari adanya penyimpangan.
7) organisasi merupakan tempat bergabungnya
generasi muda atau siapa pun yang berjiwa muda, bekerja dilandasi modal
pengabdian.
Sedangkan menurut
Alfian kader yang dapat mengemban tongkat kepemimpinan pada masa yang akan
datang, memiliki kualifikasi sebagai berikut,
1) mempunyai
kualitas kepemimpinan yang andal
2) pengabdian
menjadi dasar dari bekerja, serta organisasi sebagai tempat mengabdi demi
tujuan yang lebih besar
3) bukan semata-mata berorientasi pada
kekuasaan, tetapi lebih pada pengabdian untuk sesama, dan kekuasaan hanya
sebagai alat pengabdian.
4) seseorang yang
mempunyai motif berprestasi tinggi (high need of achievement)
5) peka terhadap
perubahan lingkungan terutama yang m empunyai pengaruh langsung terhadap
dirinya maupun organisasi di mana ia bergabung.
Ungkapan dari para
cerdik pandai yang menyatakan bahwa bibit yang mempunyai kualitas unggul
sebaiknya ditempatkan pada persemaian yang subur sehingga akan membuahkan hasil
yang baik, harus dilakukan. Pernyataan ini mempunyai konsekuensi bahwa
kader-kader pemimpin yang telah dipersiapkan diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk mengembangkan dirinya mencapai self actualization
needs.
Peran kader dalam
partai sangat penting, yaitu yang menentukan keberhasilan partai dalam mencapai
tujuan. Partai sebagai kumpulan tugas dan manusia pelaksananya harus
berkualitas sehingga dapat mengemban visi dan misi dengan baik. Karena kemajuan
Partai ditentukan oleh pemimpinnnya, maka harus dipersiapkan secara matang
melalui pengkaderan. Pengkaderan dapat dilakukan sejak awal dan terus dibina
agar pada saatnya memegang tampuk pimpinan tidak mengecewakan dan tidak
merugikan organisasi. Indonesia sendiri,
pada saat ini masih mencari bentuk pengkaderan pemimpin baik politik maupun
bisnis.
Perlu dikembangkan
pemeliharaan dan pemahaman nilai-nilai spiritual yang dapat menjadi budaya
partai termasuk di dalamnya pengkaderan dan penggantian pemimpin partai.
Pengkaderan dan penggantian adalah sesuatu yang wajar dan alami sehingga jika
terjadi pergantian pemimpin dapat berjalan dengan lancar dan tidak perlu
terjadi guncangan dalam partai. Pengkaderan pemimpin hendaknya dimulai sedini
mungkin, sehingga siapa pun yang menduduki pemimpin dapat meneruskan tongkat
komando kepemimpinan partai.
Dalam menyiapkan kader
organisasi, akan tergantung dari budaya dan sistem nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat bangsa. Budaya yang dianut bangsa Barat, berlainan dengan budaya
orang Timur seperti bangsa Jepang, Cina, dan Indonesia. Namun, secara historis
budaya Barat telah lama masuk ke negara-negara bekas jajahannya melalui para
misionaris, manajer perusahaan trans-nasional mereka sejak Revolusi Industri
berlangsung di Inggris. Pada perkembangan selanjutnya budaya Barat tersebut
mempengaruhi dan beradaptasi dengan budaya lokal.
Selain budaya,
faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap proses kaderisasi organisasi
adalah manajemen yang dianut atau berlaku akan menentukan corak kepemimpinan di
suatu negara. Atau dalam lingkup yang lebih kecil, seperti unit bisnis, pengkaderan
pemimpin dipengaruhi oleh sistem nilai yang dianut. Masih lekat dalam benak
kita, ketika Indonesia dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Soeharto, yang
keduanya sempat diangkat menjadi presiden seumur hidup (walaupun keduanya dalam
pengangkatannya ada perbedaan). Pada saat itu, nilai yang dianut adalah sistem
paternalistik, di mana keikutan, penghargaan, dan penghormatan kepada yang
lebih tua dan berjasa pada negara diberikan tempat yang istimewa.
Post a Comment