Sumber Gambar: |
Besarnya potensi konflik yang terjadi di
antara umat beragama, mendorong diperlukannya peran negara. Yang menjadi
pertanyaan di sini adalah bagaimanakah negara dapat memainkan peranannya dalam
menengahi ketegangan anta rumat beragama tersebut. Tedi Kholiludin
berkesimpulan bahwa negara tidak mempunyai otoritas dalam mengatur persoalan
keagamaan masyarakat. Namun, di sisi lain ia membenarkan peran yang dimainkan
negara atas dasar consent (kesepakatan) yang diberikan oleh masyarakat
melalui pembatasan kekuasaan negara. Dalam peran yang dijalankan atas dasar consent
tersebut, negara memegang otoritas (being an authority) untuk mengatur
kehidupan beragama. Kondisi tersebut, menurut Tedi, akan berbeda ketika negara
dipahami sebagai pemangku otoritas (being in authority).[1]
[1] Tedi Kholiludin, Kuasa
Negara atas Agama: Politik Pengakuan, Diskursus “Agama
Resmi”dan Diskriminasi
Hak Sipil,
cetakan Pertama (Semarang: Rasail Media Group,2009), h. 85
Post a Comment