II. Pembahasan
a.
Pengertian Jihad
Dari
segi bahasa, kata jihad berasal dari bahasa Arab, bentuk isim masdar dari fi’il
jahada. Artinya mencurahkan kemampuan.[1] Kamus al-Munjid fillughah wal a’lam lebih
lanjut menyebutkan lafal jahada
al-‘aduwwa, artinya qatalahu
muhamatan ‘aniddin; menyerang musuh dalam rangka membela agama.[2]
Ahmad Warsono Munawir dalam Kamus Arab
Indonesia, mengartikan lafal jihad sebagai kegiatan mencurahkan segala
kemampuan. Jika dirangkai dengan lafal fi
sabilillah, berarti berjuang, berjihad, berperang di jalan Allah. Jadi kata
jihad artinya perjuangan.[3]
b. Landasan
hukumnya
i. Al-Qur’an
Ayat jihad periode Makkah di antaranya
adalah (QS. al-Furqaan [25]: 52).
sebagai berikut;
Ÿ"Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah
terhadap mereka dengan Al Quran dengan Jihad yang besar.” (QS. al-Furqaan [25]: 52).
Menurut Quraish Shihab, ayat diatas
menjelaskan bahwa berjihad dengan al-Qur’an jauh lebih penting untuk
dipersiapkan dan dilaksanakan daripada berjihad dengan senjata. Karena setiap
saat kita menghadapi informasi, dan tidak setiap saat kita menghadapi musuh
dengan senjata. Banyak yang dapat ikut membela dengan senjata- bahkan boleh
jadi- ada non muslim yang bersedia ikut, jika kebetulan lawan yang menyerang
itu adalah lawan politiknya pula. Tetapi berjihad dengan al-Qur’an hanya dapat
dilakukan oleh orang yang percaya kepada al-Qur’an sekaligus memahaminya dengan
baik. Sungguh menghadapi lawan-lawan yang bermaksud memutar balikkan fakta, atau
bahkan yang tidak memiliki pengetahuan atau menyalahpahami ajaran jauh lebih
berat daripada pertempuran dengan senjata. Sungguh tepat ayat di atas menamai
jihad dengan al-Qur’an dengan jihad yang
besar.[4]
Ayat ini juga menjadi bukti bahwa
jihad tidak selalu berkaitan dengan mengangkat senjata. Ayat ini turun ketika
Nabi Muhammad Saw, masih berada di Makkah, dalam situasi umat Islam masih
sangat lemah, belum memiliki kekuatan fisik, namun demikian beliau
diperintahkan untuk berjihad, dalam arti mencurahkan semuam kemampuan
menghadapi kaum musyrikin dengan kalimat-kalimat yang menyentuh nalar dan
kalbu, bukan dengan senjata yang melukai fisik atau mencabut nyawa.[5]
Sedangkan ayat jihad yang diturunkan
pada periode Madinah (QS. al-Baqarah [2]: 218) di antaranya;
Orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah [2]: 218).
Mahmud Tsabit al-Faudi dalam Dairatul Ma’arif al-Islamiyah menulis,
bahwa terdapat perbedaan antara ayat-ayat jihad periode Makkah dan ayat-ayat
jihad periode Madinah. Ayat-ayat jihad periode Makkah pada umumnya menyeru
untuk bersabar terhadap tindakan-tindakan musuh dan memang tidak ada pilihan
lain bagi mereka selain itu, di samping terus berdakwah secara lisan di
tengah-tengah umat manusia. Sedangkan ayat-ayat jihad periode Madinah, sesuai
dengan kondisi umat Islam pada waktu itu, menyeru kaum Mukminin untuk
menghadapi musuh secara konfrontatif dan mewajibkan mereka untuk memerangi
penduduk Makkah.[6]
Dengan demikian dapat disimpulkan,
bahwa ayat-ayat Makkiyah memuat seruan kepada kaum Muslimin untuk waspada
terhadap musuh tanpa mengambil tindakan aktif berupa perang secara terbuka,
sedangkan ayat-ayat jihad Madaniyyah mengizinkan kaum Muslimin, bahkan menyeru
mereka untuk memerangi kaum kafir.
ii. Hadits-Hadits
Nabi Tentang Jihad
Pesan jihad tersurat dalam beberapa
hadits Nabi saw, diantaranya;
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud ra, ia
berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw,” Wahai Rasulullah, amalan apakah
yang paling utama?” beliau bersabda, “Shalat pada waktunya”. Lalu aku berkata,
“Lalu apalagi?” Baliau bersabda, “Berbakti pada kedua orang tua,” aku berkata,
“Lalu apalagi?” Beliau bersabda, “Jihad di jalan Allah.” Maka aku diam terhadap
Rasulullah saw, dan jikalau aku meminta tambahan pastilah beliau menambahkan
kepadaku.[7]
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda;
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Seorang
laki-laki datang pada Rasulullah saw, maka dia berkata, “Tunjukkan kepadaku
amalan yang sepadan jihad.” Beliau bersabda, “Aku tidak menemukannya.” Beliau
bersabda lagi, “Adakah kamu mampu, apabila orang yang berjihad (mujahid)
berangkat, maka kamu masuk ke masjidmu lalu kamu melakukan shalat dan tidak
berhenti, dan kamu berpuasa dan tidak berbuka (senantiasa berpuasa di siang
hari)?” Laki-laki itu berkata, “Dan siapakah yang mampu demikian?”. Berkata Abu
Hurairah, “Sesungguhnya kuda mujahid pastilah melompat-lompat pada tali
kekangnya, maka ditulis beberapa kebaikan untuknya (mujahid).”[8]
Hadits-hadits
Nabi tentang jihad secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, hadis-hadis yang menyebutkan
jihad dalam konteks perang, yakni perang di jalan Allah. Hal itu ditunjukkan
dengan penyebutan kematian di medan Jihad beserta perolehan ghanimah. Kedua,
hadits-hadits yang menyebutkan jihad dalam pengertian luas, yakni segala usaha
yang memerlukan pencurahan tenaga dalam rangka memperoleh ridha Allah Swt, baik
berupa ibadah khusus yang bersifat individual, maupun ibadah umum yang bersifat kolektif, berupa amar
makruf nahi munkar.[9]
Post a Comment