BAB I
A. Pendahuluan
Istilah jurnalistik[1]
pada saat ini barangkali bukanlah sesuatu yang asing lagi terdengar. Di zaman
modern kini, beragam media informasi dan telekomunikasi sangat mempengaruhi
kehidupan masyarakat luas, terutama di perkotaan. Bahkan daya jangkau dan
cakupan pengaruh media massa pun kini semakin merambah masyarakat pedesaan.
Televisi dan radio bukan lagi dianggap barang mewah, semakin banyak dimiliki
oleh penduduk pedesaan. Dari media massa itu (seperti TV, radio, koran, dan
majalah) identik dengan sarana penampilan dan penyebaran hasil kerja
jurnalistik.[2]
Dari segi kegiatannya,
jurnalistik sering disamakan dengan istilah pers, yaitu kegiatan kewartawanan
dalam mencari, menyusun, menulis, menyunting dan menerbitkan
(mempublikasikan) berita di media massa
(baik media cetak maupun media elektronik).
Dari segi asal katanya,
jurnalistik adalah berasal dari jornalistic (bahasa inggris) yang
berasal dari journal atau dujour (bahasa Prancis) yang berarti catatan atau
berita harian, di mana segala berita pada hari itu termuat dalam lembaran
(kertas) yang tercetak. Kemudian karena berita itu dicetak (umumnya di atas
kertas) dengan mesin cetak press, maka istilah pres juga digunakan untuk
menyebut kegiatan dengan jurnalistik. Jadi kini pers sama saja maknanya dengan
jurnalistik. Dulu dikenal istilah publisistik (ilmu penyiaran/publikasi).
Sedangkan public
relations (PR) mulai dirasa penting terutama bagi organisasi atau perusahaan
besar dimana setiap kegiatan atau usaha untuk mencapai keberhasilan haruslah
mendapat goodwill dari masyarakat, baik kebijakan, out put yang
dihasilkan maupun kinerja organisasi itu sendiri. Keberadaan PR saat ini
dirasakan semakin penting dan tidak dapat diabaikan dalam roda kehidupan
organisasi karena PR dibutuhkan antara lain sebagai wahana komunikasi ke dalam
dan ke luar organisasi yang bertujuan untuk menciptakan, membina dan memelihara
hubungan yang baik dengan publiknya melalui komunikasi timbal balik yang
harmonis.[3]
BAB II
Pembahasan
B. Pengertian
Jurnalistik
Istilah jurnalistik[4]
sangat erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Terkadang
istilah-istilah ini bercampur-baur dan saling tertukar pengertiannya hingga tak
sedikit lembaga public relations yang belum memahami dengan benar
pengetahuan ihwal istilah itu. Jurnalistik berasal dari kata journal
atau du jour (bahasa Prancis) juga diurnal yang berarti catatan
atau berita harian.[5]
Dari berbagai literatur
dapat dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak tetapi semuanya
berkisar pada pengertian bahwa jurnalistik adalah suatu pengelolaan laporan
harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya
kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia, apakah itu peristiwa
faktual (fact) atau pendapat seseorang (opini), jika diperkirakan untuk
menarik perhatian khalayak, merupakan bahan dasar bagi jurnalistik, akan
menjadi bahan berita untuk disebarluaskan kepada masyarakat. Dalam perkembangan
selanjutnya, kegiatan jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, menyiapkan,
menuliskan, dan menyebarkan informasi melalui media massa.
Onong U. Effendy
mengemukakan jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak dari mendapatkan
bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada mulanya
jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja. Itu terbukti
pada Acta Diurna sebagai produk jurnalistik pertama pada zaman Romawi Kuno,
ketika kaisar Julius Caesar berkuasa.[6]
Menurut M. Djen Amar jurnalistik adalah usaha memproduksi kata-kata dan gambar-gambar
yang dihubungkan dengan proses transfer ide/gagasan dengan bentuk suara. Inilah
cikal bakal makna jurnalistik secara sederhana.[7]
Sedangkan menurut M. Ridwan jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis
mengumpulkan, menulis, mengedit berita untuk pemberitaan dalam surat kabar,
majalah, atau terbitan berkala lainnya. Selain bersifat keterampilan praktis,
jurnalistik merupakan sebuah seni.[8]
Dari ragam definisi
jurnalistik itu, dapat disimpulkan bahwa jurnalistik adalah suatu kepandaian
untuk menuliskan hal-hal yang baru terjadi dengan cara menaruh perhatian dengan
maksud agar diketahui orang sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya. Sifatnya
adalah mendidik, memimpin, mengecam, dan memberikan saran-saran. Sementara itu tujuan
dari jurnalistik ialah untuk menyampaikan segala kabar yang baru terjadi kepada
orang banyak dengan secepat mungkin.[9]
C. Pengertian
Jurnalistik Islam
Emha Ainun Nadjib
mengemukakan, jurnalistik Islam adalah sebuah teknologi dan sosialisasi
informasi (dalam kegiatan penerbitan tulisan) yang mengabdikan diri kepada
nilai agama Islam bagaimana dan ke mana semestinya manusia, masyarakat,
kebudayaan, dan peradaban mengarahkan dirinya.[10]
Menurut A. Muis jurnalistik Islam adalah menyebarkan (menyampaikan) informasi
kepada pendengar, pemirsa atau pembaca tentang perintah dan larangan Allah Swt.
(al-Qur’an dan Hadits Nabi).[11]
Bagi, Dedy Djamaluddin Malik jurnalistik islami adalah proses meliput,
mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa yang menyangkut umat Islam dan
ajaran Islam kepada khalayak. Jurnalistik islami adalah crusade journalism,
yaitu jurnalistik yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai
Islam. Sedangkan menurut Asep Syamsul Ramli, Jurnalistik Islam ialah proses
pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan nilai-nilai
Islam.
Dari sejumlah definisi
jurnalistik Islam yang telah dipaparkan para ahli tersebut, penulis
menyimpulkan bahwa jurnalistik Islam adalah suatu proses meliputi, mengolah,
dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam dengan
mematuhi kaidah-kaidah jurnalistik/norma-norma yang bersumber dari al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah Saw. Jurnalistik islami diutamakan kepada dakwah
islamiyah, yaitu mengemban misi amar ma’ruf nahi mungkar (QS. Ali Imran [3]:
104).
D. Sejarah
Jurnalistik
Dalam bentuknya yang
paling awal, kegiatan jurnalistik ini mungkin dapat kita telusuri sejak zaman
peradaban Rowami Yunani Kuno, di mana cikal-bakal surat kabar yang bernama “Acta
Diurna” pernah diterbitkan. Berita-berita dan pengumuman ditempelkan Acta
Diurna di pusat kota yang kala itu disebut “Forum Romanum.” Atau bahkan
lebih awal lagi sejak zaman peradaban Sumeria-Babilonia di lembah sungai Tigris
dan Eufrat (Irak-Iran).
Kegiatan perekaman dan
penyebaran informasi melalui tulis-menulis, semakin meluas sejak masyarakat
peradaban Mesir menemukan teknik pembuatan kertas dari serat tumbuhan Phapyrus.
Oleh karena itu, kertas dalam bahasa inggris kini paper. Pada zaman-zaman
selanjutnya, peradaban Cina, India dan Arab, berperanan sangat maju dalam
mengembangkan dunia tulis-menulis ilmiah dan budaya baca-tulis masyarakatnya,
sehingga peradabannya dapat berkembang sedemikian majunya memimpin peradaban
dunia pada masanya.
Kegiatan jurnalistik
dalam sejarah Islam “dimulai” ketika Nabi Saw. memerintahkan penulisan
al-Qur’an setiap beliau menerima wahyu. Inilah yang dalam catatan sejarah
dianggap sebagai permulaan penulisan dalam dakwah islamiyah.[12]
Selain itu dalam pendekatan dakwahnya Nabi menggunakan pendekatan korespondensi
melalui surat-surat yang ditujukan kepada non-Muslim baik Yahudi, Nasrani,
maupun Majusi, dan orang-orang Musyrikin baik raja, kepadala daerah, maupun
perorangan.
Surat-surat itu, berisi
aturan-aturan dalam Islam, misalnya tentang zakat, sadaqah, dan lain
sebagainya. Surat-surat ini juga berisi hal-hal yang wajib dikerjakan oleh
orang perorangan non-Muslim terhadap pemerintah Islam, seperti masalah jizyah
(iuran keamanan).[13]
Dalam sejarah Islam,
buku-buku (media cetak) telah berperan sebagai sarana penyimpan informasi
tentang fakta dan data yang membentuk ilmu pengetahuan umat manusia. Sejarah
juga mencatat, betapa keberadaan sebuah lembaga ilmiah Islam seperti
perpustakaan dan observatorium, didukung penuh oleh para sultan, para ulama dan
seluruh masyarakat Islam. Bait al-hikmah adalah salah satu lembaga perpustakaan
yang hidup dan progresif pada zaman kekhalifahan Islam Bani Abbasiyah,
al-Makmun, di Baghdad, Irak.
Sampai pada suatu saat,
orang-orang eropa- mereka mempelajari warisan ilmu pengetahuan dan teknologi pengetahuan
dan teknologi tertulis yang diturunkan dan dikembangkan secara estafet dari
zaman ke zaman, dari peradaban ke peradaban: Sumeria-Babilonia, Mesir,
Yunani-Romawi, India, Cina, dan Arab, maka diketemukan dan berhasil diciptakan
sebuah mesin cetak oleh Guttenberg[14].
Sejak saat itulah dunia percetakan dan penyebaran informasi dan ilmu
pengetahuan tertulis serta jurnalisme-pers maju sangat pesat dan meluas.
Di Indonesia,
perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda.
Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai
alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang
Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit. Pada
masa pendudukan Jepang mengambil alih
kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media
yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar
Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.[15]
Kemerdekaan Indonesia
membawa berkah bagi kewartawanan. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai
media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV,
pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah
Televisi Republik Indonesia muncul
dengan teknologi layar hitam putih.[16]
Masa kekuasaan
presiden Soeharto,
banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempomerupakan
dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui
Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang
mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat.
Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.[17]
Titik kebebasan pers mulai
terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak
media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya
organisasi profesi. Kegiatan kewartawanan diatur dengan Undang-Undang Pers
Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan
Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi
Penyiaran Indonesia atau KPI.[18]
E. Jenis-Jenis
Jurnalistik
Kurniawan Djunaedi
mengatakan jurnalisme dapat dibagi beberapa jenis antara lain:
Pertama,
jurnalisme dramatik, yakni aliran jurnalistik yang hanya mengemukakan data dan
fakta tanpa menyisipkan sedikitpun opini. Tulisan ini disusun berdasarkan
urutan peristiwa (kronologis) dan diharapkan berakhir dengan suspence
(ketegangan). Dari rentetan peristiwa itu, pembaca diharapkan juga akan
memperoleh sendiri makna dan siratan pemberitaan itu. Jurnalisme semacam ini
memberi hak sepenuhnya kepada pembaca untuk memberi opini. Di Indonesia,
majalah berita bergambar “Jakarta-Jakarta” pada awal terbitnya termasuk yang
mengembangkan jurnalisme dramatik. Namun dalam praktiknya, jurnalisme ini cenderung
berubah menjadi jurnalisme fakta.
Kedua,
jurnalisme evaluatif, yakni gabungan jurnalisme objektif yang mengandalkan
keunggulan data dan fakta akurat dengan jurnalisme baru yang mengandalkan
subjektivitas wartawan ditunjang dengan penulisan berita selidik (investigate
reporting). Jurnalisme model ini dirintis oleh majalah The Washington
Monthly, 1969.
Ketiga,
jurnalisme got atau sering juga disebut dengan istilah yellow papers
(koran kuning), boulevard papers atau gutter papers. Jurnalisme
ini kelihatannya mementingkan rakyat dan berjuang bagi hak-hak rakyat, padahal
tujuannya sekedar meraih pembaca sebanyak-banyaknya. Pelopor jurnalisme model
ini adalah William Radolph Herst (w. 1951).
Keempat,
Jurnalisme investigatif, yakni jurnalisme yang mengandalkan penyelidikan
mendalam.
Kelima,
jurnalisme jazz, yakni sebutan bagi jurnalisme khusus yang berkembang di
Amerika Serikat pada 1920-an seiring dengan munculnya pers sensasional dengan
ukuran tabloid dan penggunaan foto-foto secara intensif.
Keenam,
jurnalisme khas, yaitu jenis jurnalisme yang menggunakan cara penulisan khas
berdasarkan tinjauan jangka panjang dan visi mendalam. Yang memperkenalkan
jurnalisme model adalah Rosihan Anwar setelah menghadiri komperensi tentang
“Perkembangan dan Kecendrungan dalam Penduduk Dunia” yang diselenggarakan oleh United
Nations for Population Activities (UNFPA) bekerja sama dengan surat kabar The
Guardian dan Third World Media di London, 22-24 November 1978.
Ketujuh,
jurnalisme partisan, merupakan sebutan yang diberikan bagi jurnalistik yang
memihak kepada sesuatu atau seseorang secara berat sebelah, khususnya dalam
bidang politik. Jurnalisme ini berkembang pesat di Amerika Serikat pada abad
XIX. Bila seorang wartawan atau surat kabar mendukung seorang politikus itu
tidak menyukai seseorang, maka digunakan kata-kata ajektif untuk menuliskan
segi-segi buruknya.
Kedelapan,
jurnalisme objektif, adalah jurnalisme yang menggunakan penulisan berita yang
memisahkan fakta dan opini, perintis jurnalisme ini adalah surat kabar The
New York Times.
Kesembilan,
jurnalisme pembangunan (development journalism) diperkenalkan tahun
1970-an oleh sejumlah orang pada proses Foundation of Asia di Manila,
Fhilipina, jurnalisme ini beranggapan bahwa diperlukan sebarisan wartawan
berita selidik yang terlatih dalam soal ekonomi dan yang dapat menerangkan
kepada pembaca tentang seluk-beluk masalah kehidupan rakyat dan peningkatan
kemajuan dan kesejahteraan.
Kesepuluh,
jurnalisme penelitian, adalah suatu bentuk jurnalisme yang menyoroti suatu
masalah ilmiah dalam kehidupan masyarakat berdasarkan sikap dasar jurnalistik,
yakni check dan recheck dengan menggunakan metode dan teknik
ilmiah. Perintis jurnalisme penelitian ini adalah Walter Loppman, wartawan dan
kolumnis terkenal Amerika Serikat sebelum perang dunia II. Pada tahun
1922-1923, ia menulis suatu kritik tajam dalam surat kabar The New Republic
atas penelitian seorang Professor Psikologi bernama Lewis Tarman yang pada
tahun 1908 berusaha menerapkan skala intelegensia Binet Simon di Amerika
menurut standar Amerika. Lippman berpendapat bahwa suatu hasil penelitian tidak
dapat diterapkan begitu saja pada kelompok lain. Ternyata pendapatnya yang
didasarkan pada penelitian kelak itu terbukti kebenarannya.
Kesebelas,
jurnalisme proses, yakni jurnalisme yang menitik beratkan pada proses jalannya
perkembangan suatu hal sebelum meledak menjadi berita yang hebat. Hal ini
membedakannya dengan jurnalisme yang lain, seperti jurnalisme fakta. Jurnalisme
jenis ini sangat menekankan why (mengapa) dalam rumus berita 5 W + 1 H.
Jadi keunggulan media
cetak produk jurnalistik di atas dapat memberikan laporan atau sajian yang
lebih lengkap dan mantap bila dibandingkan radio atau televisi yang dibatasi
ruang dan waktu. Dapat pula digandakan dan disimpan lebih lama kendatipun waktu
penyebarannya sudah lewat, misalnya dengan memfotokopi dan sebagainya.
Kelemahannya ada pada kecepatan menyampaikan informasi ke khalayak. Sementara
keunggulan media elektronik adalah kecepatannya yang luar biasa. Kini, media
elektronik dapat menyiarkan suatu peristiwa secara langsung. Namun kelemahannya
adalah apabila tidak diikuti pada saat penyiaran atau tidak disiarkan ulang,
maka seseorang tidak akan mengetahuinya. Begitu juga untuk menggandakannya
memerlukan sarana peralatan khusus.
F. Fungsi
Jurnalistik
Ketika perang
berkecamuk, prajuritlah yang jadi panglima. Di saat kemenangan diraih, penalah
yang jadi jenderalnya, demikian ungkapan Ibnu Khaldun. Berangkat dari statemen
itu, jelaslah bahwa jurnalistik telah menjadi power (kekuatan) keempat (the
fourth estate) negara-negara maju (superpower) setelah trias
politika (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Adapun radio menempati
kekuatan kelima (the fifth estate) pengaruhnya di dunia. Beberapa fungsi
pers di antaranya adalah;
1.
Menyiarkan
Informasi
Pers berfungsi melayani
kebutuhan masyarakat akan informasi lebih-lebih pada zaman di mana informasi
sudah berubah menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. Surat kabar yang tidak
menyajikan berita seperti yang dibutuhkan oleh pembacanya tak ubahnya ibarat
sebuah perusahaan yang sedang memperdagangkan gambar dan huruf-huruf cetak yang
tersusun beraturan, tetapi tidak memberikan makna apa-apa bagi kehidupan.
Khalayak perlu mendapatkan kabar tentang segala sesuatu yang terjadi di bumi
ini. Tentang peristiwa besar yang terjadi, kenyataan sosial yang berkembang,
gagasan, dan pikiran orang yang sedang ramai diperbincangkan, isu yang sedang
hangat dibicarakan orang dan lain-lain sebagainya.
Karena begitu
beragamnya kebutuhan orang akan informasi, jurnalistik berusaha pula menyajikan
banyak hal berkaitan dengan hidup dan kehidupan. Mulai dari peristiwa maling kelas teri,
korupsi kelas kakap, sampai pada kejadian mendaratnya beberapa penghuni bumi di
bulan. Semuanya tersaji dalam lembaran koran dan majalah.
2. Fungsi
Mendidik
Selain berfungsi
menyiarkan informasi, media massa juga berfungsi mendidik. Dalam memainkan
fungsinya itu, ada media massa yang secara khusus menyajikan ruang ilmu
pengetahuan untuk menambah ilmu pengetahuan, tetapi banyak pula media massa
yang memasukkannya secara implisit pada berita-berita, artikel, atau tajuk rencana. Seringkali pula kita
temukan berita-berita, artikel, atau tajuk rencana. Seringkali pula kita
temukan berita-berita bergambar, ulasan berita, tajuk cerita bersambung atau
pun cerita bersambung ataupun cerita pendek yang disajikan sarat dengan
nilai-nilai pendidikan. Karena itu, jika surat kabar bertujuan memberantas buta
huruf lewat pendidikan membaca, misalnya, hal-hal itu tidak berarti bahwa surat
kabar tersebut harus menyediakan kolom “belajar membaca”, seperti halnya buku
belajar membaca yang diperuntukkan bagi anak-anak kelas satu sekolah dasar.
Tujuan ini biasa dicapai melalui kolom-kolom atau rubrik-rubrik yang biasa
tersaji, baik langsung, maupun tidak langsung mengajarkan orang bisa membaca.
3. Fungsi
Menghibur
Secara umum, media
massa memang memiliki fungsi menghibur, lebih-lebih bagi masyarakat yang
tingkat apresiasinya terhadap informasi masih relatif rendah, bahkan ada
jurnalistik yang dikhususkan sebagai media hiburan. Ada juga yang menyisipkan
materi-materi dengan maksud untuk mengimbangi berita-berita berat serta
tulisan-tulisan yang menuntut pemikiran. Untuk kepentingan ini, surat kabar
biasanya menyajikan cerita-cerita pendek, cerita bersambung, teka-teki silang,
karikatur, di samping berita-berita dan artikel yang cukup berat. Media massa
cetak pada umumnya hanya mampu menyiasati aspek hiburan ini melalui sajian
bahasa tulisan, dengan memasukkan rangkaian kata dan susunan kalimat serta
pesan-pesan abstrak dalam bentuk gambar dan foto. Semuanya memerlukan
keterampilan khsusus dalam merangkai bahasa tulisan serta mengatur bentuk dan
posisi gambar secara apik dan menarik. Foto, karikatur, ataupun gambar-gambar
jenaka lainnya disajikan dalam kolom atau halaman tertentu.
4. Fungsi
Mempengaruhi
Menurut catatan
sejarah, Hitler pernah memanfaatkan jurnalistik guna melancarkan kampanye
gagasan-gagasannya untuk mempengaruhi dan membujuk massa. Konon pemilihan
jurnalistik sebagai media propagandanya itu dilakukan semata-mata karena
kekuatan pengaruhnya yang cukup besar. Dengan jurnalistik, orang dapat dengan
mudah mengatur kesan dan membentuk opini. Inilah yang menjadi fungsi terpenting
jurnalistik, fungsi mempengaruhi, sehingga jurnalistik dapat berperan dalam
masyarakat.
G. Pengertian
Public Relations
Pengertian public relations
(PR) banyak dikemukakan oleh para ahli maupun praktisi yang bergelut dibidang
PR. Jefkins mendefinisikan public relations sebagai sistem komunikasi untuk
menciptakan kemauan yang baik. Hutapea menjelaskan bahwa public relations
adalah suatu kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, good will
dan penghargaan pada publik.[19]
Dalam public relations terdapat suatu usaha mewujudkan suatu hubungan
yang harmonis antara lembaga atau perusahaan dengan publiknya, usaha itu
memberikan kesan yang menyenangkan, sehingga akan timbul opini publik yang
menguntungkan bagi kelangsungan hidup lembaga atau perusahaan tersebut.
Public relation adalah
seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam
kepercayaan publik terhadap suatu individu/organisasi. Public relation
(humas) bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan,
meraih simpati, dan membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau
membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi.[20]
Public Relation
(hubungan masyarakat) adalah ahli komunikasi yang dapat membawa perusahaan/industri/organisasi/tokoh
menjadi populer, berkembang pesat, solid, dan mendapat dukungan. Secara internal
perusahaan menjadi pusat informasi perusahaan/industri/organisasi sehingga
mampu mendinamisasi, motivator dan menciptakan iklim organisasi yang kondusif
sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan secara eksternal menjadi manager
komunikasi dari pimpinan/perusahaan dalam menghadapi pers dan masyarakat.
Seorang PR diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan
secara sengaja dan terencana dalam upaya-upayanya mempertahankan, menciptakan,
dan memelihara pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.[21]
H. Sejarah
Perkembangan Public Relations
Dalam sejarahnya
istilah Public Relations sebagai sebuah teknik menguat dengan
adanya aktivitas yang dilakukan oleh pelopor Ivy Ledbetter Lee yang tahun 1906
berhasil menanggulangi kelumpuhan industri batu bara di Amerika Serikat dengan
sukes. Atas upayanya ini ia diangkat menjadi The Father of Public
Relations. Perkembangan PR sebenarnya bisa dikaitkan dengan keberadaan
manusia. Unsur-unsur memberi informasi kepada masyarakat, membujuk masyarakat,
dan mengintegrasikan masyarakat, adalah landasan bagi masyarakat.
Berikut gambaran
kronologis PR di dunia: Abad ke-19 , PR di Amerika dan Eropa merupakan
program studi yang mandiri didasarkan pada perkembangan Ilmu
pengetahuan dan teknologi. Padan tahun 1865-1900, Publik masih dianggap bodoh. 1900-1918,
Publik diberi informasi dan dilayani. 1918-1945, Publik diberi pendidikan dan
dihargai. 1925, Di New York, PR sebagai pendidikan tinggi resmi. 1928, Di
Belanda memasuki pendidikan tinggi dan minimal di fakultas sebagai mata kuliah
wajib. Disamping itu banyak diadakan kursus-kursus yang bermutu.
1945-1968, Publik mulai terbuka dan banyak mengetahui 1968, Di Belanda
mengalami perkembangan pesat. Ke arah ilmiah karena penelitian yang
rutin dan kontinyu. Di Amerika perkembangannya lebih ke arah bisnis. 1968-1979,
Publik dikembangkan di berbagai bidang, pendekatan tidak hanya satu aspek saja.
1979-1990, Profesional/internasional memasuki globalisasi dalam perubahan
mental dan kualitas .1990-sekarang, (1). Perubahan mental, kualitas, pola
pikir, pola pandang, sikap dan pola perilaku secara
nasioal/internasional (2). Membangun kerjasama secara lokal, nasional,
internasional (3). Saling belajar di bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, Iptek, sesuai dengan kebutuhan era global/informasi.[22]
I. Fungsi
dan Tujuan Public Relations
Ruslan mengatakan bahwa
fungsi PR adalah (1) Sebagai communication atau penghubung antara
organisasi atau lembaga yang diwakili dengan publiknya. (2) Peranan back up
manajemen yakni sebagai pendukung dalam fungsi manajemen organisasi atau
perusahaan. (3) Membentuk corporate image artinya peranan public
relations berupaya menciptakan citra bagi organisasi atau lembaganya.
Selanjutnya Jefkin
menjelaskan bahwa fungsi PR adalah (1) menciptakan dan memelihara citra serta
kebijaksanaan lembaga atau perusahaan termasuk prosedur pelayanan dan para
karyawannya. (2) Memonitor pendapat masyarakat dan menyampaikan kepada unsur
pimpinan. (3) Memberikan saran kepada manajer mengenai masalah komunikasi,
perumusan dan tekniknya; (4) Memberikan informasi kepada publik mengenai
kebijaksanaan, kegiatan prosedur-prosedur dan kepegawaian sehingga publik
mengerti dan memahami tentang lembaga atau perusahaan tersebut.
Menurut Mahmudi,
berdasarkan organisasi atau lembaga tempat bernaungnya, PR memiliki fungsi yang
berbeda-beda. PR pemerintah berfungsi melakukan pembinaan hubungan yang lancar
dan harmonis antara masyarakat dan pemerintah. PR bisnis atau perusahaan
berfungsi untuk mendukung kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba untuk
memenangkan persaingan, baik langsung maupun tidak langsung.
Sitompul menjelaskan
bahwa fungsi PR adalah menumbuhkan suasana kerjasama dan saling pengertian antar
publik pada satu instansi atau perusahaan, untuk mencapai tujuan bersama dalam
iklim yang saling menguntungkan. Sedangkan Canfield dalam Effendy menyatakan
bahwa terdapat tiga fungsi PR, yakni (1) mengabdi pada kepentingan umum, (2)
memelihara komunikasi yang baik, dan (3) menitik beratkan moral dan tingkah
laku yang baik.
Berikut ini adalah
pepatah asing yang mengungkapkan tentang bagaimana public relations tersebut
bisa dipahami fungsi dan tugasnya secara gamblang yang membedakan dengan bidang
lain. Pertama, if I tell you I am handsome and exciting, that is advertising.
(Bila saya mengatakan kepada Anda bahwa saya rupawan dan menarik, maka itu
adalah iklan). Kedua, If somebody else tells you I am handsome and exciting,
that is sales promotion. (Seandainya ada orang lain mengatakan kepada Anda
bahwa saya rupawan dan menarik, maka itu adalah dagang). Ketiga, if you come
and tell me you have heard I am handsome and exciting, that is public
relations. (Bila Anda datang dan mengatakan kepada saya bahwa Anda pernah
mendengar bahwa saya rupawan dan menarik, itulah public relations).[23]
Dan konsepnya, fungsi
public relations officer ketika menjalankan tugas dan operasionalnya, baik
sebagai komunikator dan mediator, maupun organisator, menurut Onong Uchjana
Effendy, adalah. Pertama, menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai
tujuan organisasi. Kedua, membina hubungan harmonis antara organisasi
dengan publik internal dan eksternal. Ketiga, menciptakan komunikasi dua
arah dengan menyebarkan informasi dari organisasi kepada publiknya dan
menyalurkan opini publik kepada organisasi. Keempat, melayani publik dan
menasihati pimpinan organisasi demi kepentingan umum. Kelima,
operasionalisasi dan organisasi public relations adalah bagaimana
membina hubungan harmonis antara organisasi dengan publiknya, untuk mencegah
terjadinya rintangan psikologis, baik yang ditimbulkan dari pihak organisasi
mapun dari pihak publiknya.
Dari uraian di atas,
dapat ditarik kesimpulan mengenai fungsi public relations yang pada
intinya adalah sebagai berikut; Pertama, sebagai comminicator
atau penghubung antara organisasi atau lembaga yang diwakili dengan publiknya. Kedua,
peranan back up management, yakni sebagai pendukung dalam fungsi
manajemen organisasi atau perusahaan. Ketiga, membentuk corporate
image, artinya peranan public relations berupaya menciptakan citra bagi
organisasi atau perusahaan.
Tujuan public
relations untuk mempengaruhi publiknya, antara lain sejauh mana mereka
mengenal dan mengetahui kegiatan lembaga atau organisasi diwakili tersebut
tetap pada posisi pertama, dikenal, dan disukai. Sedangkan posisi publik yang
kedua, mengenal dan tidak menyukai itu, maka pihak public relations
berupaya melalui proses teknik public relations tertentu untuk dapat
mengubah pandangan publik menjadi menyukai. Pada posisi publik yang ketiga,
membutuhkan perjuangan keras untuk mengubah opini publik yang selama ini tidak
mengenal dan tidak menyukai melalui suatu teknik kampanye PR (PR campaign)
yang mampu mengubahnya, yaitu dari posisi “nothing” menjadi “something”.
Menurut Rosady Ruslan,
tujuan public relation adalah sebagai berikut: (1) Menumbuh kembangkan citra
perusahaan yang positif untuk publik eksternal atau masyarakat dan konsumen.
(2) Mendorong tercapainya saling pengertian antara publik sasaran dengan
perusahaan. (3) Mengembangkan sinergi fungsi pemasaran dengan public relation.
(4) Efektif dalam membangun pengenalan merek dan pengetahuan merek.[24]
J. Public
Relation Sebagai Teknik Komunikasi
Seperti telah dibahas
sebelumnya bahwa kegiatan public relations pada hakikatnya merupakan
bagian dari teknik kegiatan berkomunikasi (tehnique of communication)
dengan ciri khas komunikasi dua arah (two way traffic communication)
antara lembaga atau organisasi yang diwakilinya dengan publiknya atau
sebaliknya. setelah melakukan kegiatan komunikasi tersebut, pihak public
relations menganalisa untuk mengetahui efeknya atau feed back,
apakah berdampak baik terhadap citra, atau sebaliknya menjadi negatif sehingga
kurang menguntungkan posisi organisasi atau lembaga bersangkutan di mata
masyarakat.
Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang
mempelajari “pernyataan” yang dapat diketahui dan bersifat umum, tidak bersifat
rahasia, dan memenuhi persyaratan tertentu yang mudah dimengerti dan dipahami
oleh siapa saja.
Yang dimaksud dengan
bersifat umum adalah pernyataan yang dapat diketahui oleh publiknya. Memenuhi
persyaratan yang mudah dipahami oleh komunikan melalui bentuk lambang yang
mempunyai arti, isyarat, bahasa lisan dan tulisan, dapat berbentuk tanda
gambar, dan sebagainya. Sedangkan komunikator mempunyai persyaratan tertentu (communication
skill), baik berdasarkan pendidikan maupun pengalaman dan dukungan
fasilitas serta alat yang akan dibahas kemudian.
Dalam melakukan
kegiatan komunikasi, seorang praktisi public relations yang bersangkutan
melakukan kegiatan persuasi (bujukan) dan sering dikatakan bahwa sebetulnya
kegiatan public relations itu sama dengan kegiatan pembujuk atau persuader.
Artinya, bagi PR bahwa melakukan persuasi tersebut merupakan tujuan dari proses
komunikasi yang dilakukan dan persuasi itu merupakan proses belajar yang
bersifat emosional atau perpindahan anutan dari hal yang lama ke hal yang baru
melalui penanaman suatu pengertian dan pemahaman.
BAB III
Kesimpulan
Pekerjaan atau profesi
jurnalistik menghasilkan beberapa karya tulis jurnalistik yang bisa dimuat
khususnya di media cetak atau elektronik (TV, Radio) seperti; berita (news),
liputan (reportase), feature (tulisan lepas), wawancara (interview),
artikel opini, profil tokoh (biografi ringkas), resensi buku, resensi film, dan
iklan.
Materi utama apa yang
tersaji dalam sebuah media massa cetak tergantung dari jenis media tersebut.
Apakah itu berupa surat kabar harian (news paper), tabloid berita
mingguan, tabloid wanita, tabloid hiburan, tabloid olahraga, majalah berita
mingguan, majalah keluarga, majalah wanita, majalah remaja, majalah anak-anak,
majalah dakwah Islamiah, majalah otomotif, majalah pertanian, majalah sastra,
majalah ekonomi, buletin dan jurnal. Saat ini banyak sekali macam media massa
cetak yang beredar di masyarakat Indonesia. Belum lagi berbagai stasiun TV baik
dalam negeri maupun luar negeri. Jurnalisme televisi adalah merupakan
perkembangan lebih lanjut dari jurnalisme media cetak.
Sedangkan, public
relations sama dengan bidang jurnalistik, periklanan (advertising),
atau bidang komunikasi lainnya yang bukan merupakan ilmu tradisional yang hanya
digunakan tujuan terbatas dan sesaat. Public relations merupakan fungsi
manajemen untuk mencapai target tertentu yang sebelumnya harus mempunyai
program kerja yang jelas dan rinci, mencari fakta, merencanakan, mengkomunikasikan,
hingga mengevaluasi hasil-hasil apa yang telah dicapainya.
Daftar Pustaka
Abdullah,
Aceng, Press Relations: Kiat Berhubungan dengan Media Massa Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000
Amar, M. Djen, Hukum
Komunikasi Jurnalistik, Bandung: Alumni, 1984
Effendy,
Onong Uchjana, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni, 1986
Hutapea,
EB, Public Relations sebagai Fungsi Manajemen, Majalah Widia Edisi Agustus No.
179/th XVII, 2000, hal. 233.
Jamilah,
Joharotul, “Peran dan Fungsi Public Relations (PR)”, Dakwah Jurnal
Kajian Dakwah, Komunikasi dan Budaya, Vol. VI No. 1 Edisi Juni 2004, Jakarta:
Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004
Kasman,
Suf, Jurnalisme Universal Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi al-Qalam
dalam al-Qur’an, Jakarta: Teraju, Cet. I, 2004.
Muis, A, Media Massa Islam dan Era Informasi Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1989
Nadjib,
Emha Ainun, “Pers Islam Antara Ideologi, Oplag dan Kualitas Hidup.”
Majalah Sahid, edisi, 08 Desember, 1991, hal. 28
Ridwan,
M, Objektivitas Pemberitaan pada Surat Kabar Indonesia t.d. 1992
Ruslan,
Rosady, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, Cet. I, 1997
Kasman,
Suf, Jurnalisme Universal Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi al-Qalam
dalam al-Qur’an, Jakarta: Teraju, Cet. I, 2004
Samantho,
Ahmad Y, Jurnalistik Islami; Panduan Praktis bagi Para Aktivis Muslim, Jakarta:
Harakah, Cet. I, 2002
[1]
Jurnalisme (berasal
dari kata journal), artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian
sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari
istilah bahasa Latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan
jurnalistik. Di Indonesia, istilah ini dulu dikenal dengan publisistik. Dua
istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya berbeda asalnya. Beberapa kampus
di Indonesia sempat menggunakannya karena berkiblat kepada Eropa. Seiring waktu, istilah jurnalistik
muncul dari Amerika Serikat dan
menggantikan publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk
membahas Ilmu Komunikasi. Di akses
tanggal 30 April 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kewartawanan.
[2]Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik
Islami; Panduan Praktis bagi Para Aktivis Muslim, (Jakarta: Harakah, Cet.
I, 2002), hal. 43
[3]Joharotul Jamilah, “Peran dan
Fungsi Public Relations (PR)”, Jurnal Kajian Dakwah, Komunikasi, Agama dan
Sosial Budaya, Vol. VI No. I, (Jakarta: Fakultas Dakwah, 2004), hal. 50
[4]Ditinjau dari sudut pandang ilmu
komunikasi, jurnalistis adalah salah satu metode praktik komunikasi massa yang
paling menonjol pada saat ini. Sedangkan yang dimaksud dengan komunikasi massa
adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang
sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Secara sederhana, komunikasi
massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio
televisi dan film, internet, dan lain-lain.
[5]Aceng Abdullah, Press Relations:
Kiat Berhubungan dengan Media Massa (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 9.
Umumnya berita dicetak dengan mesin cetak press, maka istilah “pers” juga
digunakan untuk menyebutkan kegiatan yang sama dengan jurnalistik. Jadi kini
“pers” sama saja maknanya dengan “jurnalistik”. Dulu dikenal dengan istilah
publisistik (ilmu penyiaran/publikasi).
[6] Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi
Komunikasi (Bandung: Alumni, 1986), hal. 124.
[7] M. Djen. Amar, Hukum
Komunikasi Jurnalistik (Bandung: Alumni, 1984), hal. 30.
[8] M. Ridwan, Objektivitas
Pemberitaan pada Surat Kabar Indonesia (t.d. 1992), hal. 24-25.
[9]Suf Kasman, Jurnalisme
Universal Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi al-Qalam dalam al-Qur’an,
(Jakarta: Teraju, Cet. I, 2004), hal. 24.
[10]
Emha Ainun Nadjib, “Pers
Islam Antara Ideologi, Oplag dan Kualitas Hidup.” Majalah Sahid, edisi, 08
Desember, 1991, hal. 28
[11]
A. Muis, Media Massa
Islam dan Era Informasi (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1989), hal. 5.
[12]A. Hasmy, Dustur Dakwah
Menurut al-Qur’an, (Jakarta:Bulan Bintang, 1994), hal. 249.
[13]
Ali Mustafa Ya’kub, Sejarah
dan Methode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 181-182.
[14]Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg (sekitar 1398 - 3 Februari 1468) adalah seorang pandai logam dan pencipta berkebangsaan Jerman yang memperoleh ketenaran berkat sumbangannya di
bidang teknologi percetakan pada
tahun 1450-an, termasuk aloy logam huruf (type metal) dan tinta berbasis-minyak, cetakan
untuk mencetak huruf secara tepat, dan sejenis mesin cetak baru
yang berdasarkan pencetak yang digunakan dalam membuat anggur.
Tradisi menamainya sebagi pencipta movable type di Eropa, suatu perbaikan sistem pencetakan blok yang sudah
digunakan di wilayah tersebut. Dengan mengombinasikan unsur-unsur ini dalam
suatu sistem produksi, ia memungkinkan terjadinya pencetakan materi tertulis
secara cepat, serta terjadinya ledakan informasi di Eropa Renaisans. Karya utamanya, Alkitab Gutenberg (juga
dikenal sebagai Alkitab 42 baris), telah diakui memiliki estetika dan kualitas
teknikal yang tinggi. Di akses tanggal 30 April 2012 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Johann_Gutenberg.
[16]
Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19]EB Hutapea, Public Relations
sebagai Fungsi Manajemen, Majalah Widia Edisi Agustus No. 179/th XVII, 2000,
hal. 233.
[20]
Di
akses tanggal 30 April 2012 http://www.esaunggul.ac.id/Humas
[21]
Ibid.
[22]Di akses tanggal 30 April
2012 http://rumakom.wordpress.com/2007/10/05/sejarah-dan-perkembangan-public-relations/
[23]Rosady Ruslan, Kiat dan
Strategi Kampanye Public Relations, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet.
I, 1997), hal. 7.
[24]Di akses tanggal
30 April 2012 http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/public-relation-definisi-fungsi-dan.html.
boleh kopas mas?
ReplyDelete