Studi
Kasus: Miskomunikasi yang terjadi antara tentara sekutu (Amerika Serikat) dan
tentara Jepang pada saat Perang Dunia II dalam proses Komunikasi Perspektif
Mekanistis.
A. Pendahuluan.
Ketika
berkecamuknya Perang Dunia II. Pada saat itu Jepang diminta oleh sekutu
(Amerika Serikat) agar menyerah menjawab dengan menggunakan perkataan "mokusatsu".
Maksudnya adalah "tidak memberikan komentar sampai keputusan diambil (with
holding comment until a decision has been made) tetapi kata "mokusatsu"
oleh Kantor Berita Domei diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi "ignore"
yang berarti "tidak perduli". Miskomunikasi inilah antara lain
menyebabkan Hirosima di bom atom dalam Perang Dunia tersebut. "Kata-kata
dapat menjadi dinamit" kata Scott M. Cutlip dan Allen H. Center dalam
bukunya "Effective Public Relations".
Contoh
di atas menunjukkan betapa pentingnya bahasa dalam proses komunikasi. Bahasa
mempunyai dua jenis pengertian yang perlu dipahami oleh para komunikator. Yang
pertama adalah pengertian denotatif, yang kedua pengertian konotatif.
Perkataan yang denotatif adalah yang mengandung makna sebagaimana
tercantum dalam kamus (dictionary meaning) dan diterima secara umum oleh
kebanyakan orang yang sama kebudayaannya dan bahasanya. Perkataan yang denotatif tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda
pada komunikan ketika diterpa pesan-pesan komunikasi. Sebaliknya apabila
komunikator menggunakan kata-kata konotatif. Kata-kata konotatif
mengandung pengertian emosional atau evaluatif. Oleh karena itu dapat
menimbulkan interpretasi yang berbeda pada komunikan.
B. Proses Komunikasi
dalam Perspektif Mekanistis
Proses
Komunikasi ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau
"melemparkan" dengan bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan
pesannya sampai ditangkap oleh komunikan. Penangkapan pesan dari komunikator
oleh komunikan itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata, atau
indera-indera lainnya.
Proses
komunikasi dalam perspektif ini, cukup kompleks atau rumit, seperti
miskomunikasi yang terjadi antara pasukan sekutu (Amerika Serikat) dan Jepang
pada saat Perang Dunia II. Oleh karena itu jenis-jenis komunikasi yang termasuk
komunikasi dalam perspektif mekanistis ini seringkali menimbulkan permasalahan,
sebab bersifat situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi
berlangsung. Adakalanya komunikannya seorang, maka komunikasi dalam situasi
seperti itu dinamakan komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi,
kadang-kadang komunikannya sekelompok orang; komunikasi dalam situasi seperti
itu disebut komunikasi kelompok; acapkali pula komunikannya tersebar dalam
jumlah yang relatif amat banyak sehingga untuk menjangkaunya diperlukan suatu
media atau sarana, maka komunikasi dalam situasi seperti itu dinamakan komunikasi
massa. Seperti penyampaian pesan yang dilakukan tentara sekutu (Amerika
Serikat) kepada tentara Jepang pada saat Perang Dunia II melalui kantor berita
Domei.
Untuk
jelasnya proses komunikasi dalam perspektif mekanistis dapat diklasifikasikan
menjadi proses komunikasi secara primer dan secara sekunder.
a. Proses komunikasi
secara primer
Proses
komunikasi secara primer (primary process) adalah proses penyampaian pikiran
oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu lambang (symbol)
sebagai media atau saluran. Lambang ini umumnya bahasa, tetapi dalam
situasi-situasi komunikasi tertentu lambang-lambang yang dipergunakan dapat
berupa kial (gesture), yakni gerak anggota tubuh, gambar, warna, dan
lain sebagainya.
Dalam
komunikasi bahasa disebut lambang verbal (verbal symbol) sedangkan
lambang-lambang lainnya yang bukan bahasa dinamakan lambang nirverbal (non
verbal symbol).
1)
Lambang
verbal
Dalam
proses komunikasi bahasa sebagai lambang verbal paling banyak dan paling sering
digunakan, oleh karena hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran
komunikator mengenai hal atau peristiwa, baik yang konkret maupun yang abstrak,
yang terjadi masa kini, masa lalu dan masa yang akan datang. Kita dapat mengetahui
terjadinya miskomunikasi antara tentara sekutu (Amerika Serikat) dan Jepang
pada saat Perang Dunia II yang terjadi pulahan tahun lalu, dari buku-buku diantaranya
buku Prof. Onong Uchjana. Peristiwa bersejarah ini dapat di dokumentasikan berkat
kemampuan bahasa. Hanya dengan bahasa pula kita dapat mengungkapkan rencana
kita untuk minggu depan, bulan depan, atau tahun depan, yang tidak mungkin
dapat dijelaskan dengan lambang-lambang lain.
Bagaimana
pentingnya bahasa dalam kehidupan umat manusia dapat diungkapkan pada peristiwa
miskomunikasi antara tentara sekutu (Amerika Serikat dan Jepang pada saat
Perang Dunia II. Dampak miskomunikasi itu harus dibayar mahal oleh rakyat
Jepang dengan di bomnya kota Hirosima. Seandainya miskomunikasi itu tidak
terjadi mungkin kota Hirosima tidak di bom oleh tentara sekutu (Amerika
Serikat).
Pantaslah
kalau suatu hari tatkala Kong Hu Chu ditanya orang apa yang pertama-tama akan
dilakukan manakala diberi kesempatan mengurus negara. Kong Hu Chu menegaskan
bahwa yang pertama-tama akan ia lakukan adalah membina bahasa, sebab apabila
bahasa tidak tepat, apa yang dikatakan bukan yang dimaksudkan. Jika yang
dikatakan bukan yang dimaksudkan, maka yang mestinya dikerjakan, tidak
dilakukan. Jikalau yang harus dilakukan terus-menerus tidak dilaksanakan, seni
dan moral menjadi mundur. Bila seni dan moral mundur, keadilan menjadi kabur, akibatnya
rakyat menjadi bingung, dan kehilangan pegangan.
Penggunaan
kata-kata istilah dalam penyampaian pesan juga perlu diperhatikan oleh
komunikator. Agar tidak terjadi miskomunikasi yang merugikan kepentingan umat
manusia. Sebagaimana yang terjadi miskomunikasi antara tentara sekutu (Amerika
Serikat) dan Jepang. Pada waktu itu Jepang diminta oleh sekutu (Amerika Serikat)
agar menyerah menjawab dengan menggunakan perkataan kata "mokusatsu".
Maksudnya adalah "tidak memberikan komentar sampai keputusan diambil (with
holding comment until a decision has been made) tetapi kata "mokusatsu"
oleh Kantor Berita Domei diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi "ignore"
yang berarti "tidak perduli".
Sebagaimana
yang sudah dijelaskan di atas, betapa pentingnya bahasa dalam proses
komunikasi. Karena bahasa mempunyai dua jenis pengertian yang perlu dipahami
oleh para komunikator. Yang pertama adalah pengertian denotatif, yang
kedua pengertian konotatif. Perkataan yang denotatif adalah yang
mengandung makna sebagaimana tercantum dalam kamus (dictionary meaning)
dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang yang sama kebudayaannya dan
bahasanya. Perkataan yang denotatif
tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda pada komunikan ketika
diterpa pesan-pesan komunikasi. Sebaliknya apabila komunikator menggunakan
kata-kata konotatif. Kata-kata konotatif mengandung pengertian
emosional atau evaluatif.
Oleh
karena itu ketika berkomunikasi komunikator harus menggunakan kalimat-kalimat
dengan kata-kata denotatif. Apabila kata-kata konotatif tidak dapat
dihindarkan, maka kata-kata bersangkutan harus diberi penjelasan, tidak
menimbulkan interpretasi yang berbeda antara dia dengan komunikan.
Khusus
dalam komunikasi lisan, para pakar komunikator harus memperhatikan apa yang
disebut oleh Casagrande: para-language yang barangkali dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi para-bahasa. Yang dimaksudkan
dengan para-bahasa ini adalah berbagai hal yang mengiringi pengucapan kata-kata
ketika seseorang berbicara atau berpidato, misalnya, gaya biacara, tekanan
nada, volume suara, logat, dan lain sebagainya. Andaikata anda berada di suatu ruangan,
lalu anda mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap, walaupun anda tidak
melihatnya, anda akan dapat menerka suara itu dari seorang wanita atau
laki-laki, anak atau dewasa, terpelajar atau tidak, Jawa atau Batak atau suku
lain, dan lain sebagainya.
2)
Lambang
Nirverbal
Seperti
telah disinggung di muka lambang nirverbal adalah lambang yang dipergunakan
dalam komunikasi, yang bukan bahasa, misalnya kial, isyarat dengan anggota
tubuh, antara lain kepala, mata, bibir, tangan, dan jari.
Ray
L. Birdwhistell dalam bukunya
"Introduction to Kinesics" telah melakukan analisis mengenai body
communication. Dia mencoba untuk memberi rangka kepada "comprehensive
coding scheme" bagi gerakan badan, seperti seorang linguist
melakukannya untuk bahasa lisan. Jika linguist menampilkan "phone"
sebagai suara maka Birdwhistell mengetengahkan "kine" sebagai
gerakan. Apabila linguist mengemukakan "phoneme", yakni
sekelompok bunyi yang beruba-rubah, maka Birdwhistell mengemukakan "kinime",
yaitu sebuah set gerakan yang berubah-ubah. Kalau linguist mencari "morpheme"
yang mengandung pengertian, Birdwhistell menyelidiki "kinemort"
serangkaian gerakan yang mengandung pengertian dalam konteks suatu pola yang
lebih besar.
Tahap
seperti disebutkan di atas adalah microkinesics; lebih luas daripada itu
adalah macrokinesics atau disebut juga social kinesics, dimana
sebuah gerakan (act)- yaitu pola yang menyangkut lebih dari suatu area-, akan
bersangkutan dengan kerangka komunikasi yang lebih luas.
Body
communication atau non-verbal
communication dalam bentuk gerak-gerik seperti disebutkan di atas banyak
diteliti oleh para ahli.
Ternyata
banyak sekali gerakan yang sama mengandung arti yang berlainan, di antara
bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Sebagai contoh: orang Toda di India
Selatan sebagai tanda hormat menekankan ibu jarinya pada batang hidungnya, lalu
melambaikan keempat jari lainnya ke depan. Gerakan seperti itu bagi bangsa
lain- termasuk bangsa Indonesia- lain sekali artinya, yakni mengejek atau
memperolok-olok.
Termasuk
komunikasi nirverbal ialah isyarat dengan menggunakan alat. Siapa yang
tidak mengenal kantor berita sebagai alat komunikasi yang dipergunakan semua
negara untuk menyampaikan pesannya kepada negara lain. Sebagaimana cerita
tentang miskomunikasi tentara sekutu (Amerika Serikat) dan Jepang di atas,
proses penyampaian pesannya melalui
Kantor Berita Domei.
Selain
isyarat dengan menggunakan alat komunikasi nirverbal juga dapat
dilakukan dengan gambar. Gambar adalah lambang lain yang dipergunakan dalam
berkomunikasi nirverbal. Gambar dapat dipergunakan untuk menyatakan suatu
pikiran atau perasaan. Dalam hal tertentu gambar bisa lebih efektif daripada
bahasa. Tidak mengherankan, ada motto Tionghoa yang menyatakan bahwa gambar
bisa memberi informasi yang sama kalau diuraikan dengan seribu perkataan.
Lambang
gambar dalam proses komunikasi mengalami perkembangan sesuai dengan pertumbuhan
masyarakat dan kemajuan teknologi. Jika dahulu gambar itu ditulis, kemudian
dicetak, kini dengan kamera foto bisa dipotret, bahkan dengan kamera film atau
kamera video dapat diatur menjadi gambar hidup. Pada akhirnya, apabila gambar
itu merupakan lambang untuk proses komunikasi secara primer, menjadi lambang
untuk proses komunikasi secara sekunder.
b. Proses komunikasi
secara sekunder
Proses
komunikasi secara sekunder adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat
atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Komunikator
menggunakan media ini karena komunikan yang dijadikan sasaran komunikasinya jauh
tempatnya atau banyak jumlahnya atau kedua-duanya, jauh dan banyak. Kalau
komunikan jauh, dipergunakanlah surat atau telepon; jika banyak dipakailah
perangkat pengeras suara; apabila jauh dan banyak; dipergunakan surat kabar,
radio atau televisi, dan termasuk seperti contoh di atas, penyampaian pesan
yang dilakukan tentara sekutu (Amerika Serikat) terhadap tentara Jepang,
penyampaian pesannya melalui kantor berita.
Komunikasi
dalam proses secara sekunder ini semakin lama semakin efektif dan efisien
karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih, yang ditopang
pula oleh teknologi-teknologi lainnya yang bukan teknologi komunikasi.
Surat,
misalnya sebagai media komunikasi sekunder yang pada mulanya terbatas sekali
jangkauan sasarannya, dengan dukungan pesawat terbang jet, dapat mencapai
komunikan di mana saja di seluruh dunia. Demikian pula media telepon, jika pada
waktu ditemukan menggunakan kawat yang oleh sebab itu terbatas sekali wilayah
jangkauannya, kini dengan radio telepon dapat mencapai sasaran di kota lain,
negara lain, dan benua lain.
Televisi
siaran dewasa ini yang dipadu dengan komputer menjadi semakin mempesona, baik
dalam segi visualnya maupun audialnya, selain jangkauannya semakin jauh dan
luas berkat inovasi satelit komunikasi dan antena parabola.
Mengenai
proses komunikasi secara sekunder ini akan dibahas lebih detail pada bagian komunikasi
massa dan terknologi komunikasi.
c. Proses komunikasi
secara linear
Istilah
linear mengandung makna lurus. Jadi proses linear berarti perjalanan dari satu
titik ke titik lain secara lurus. Dalam konteks komunikasi, proses secara
linear adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
sebagai titik terminal.
Komunikasi
linear berlangsung baik dalam situasi komunikasi tatap muka (face-to-face
communication) maupun dalam situasi komunikasi bermedia (mediated
communication).
Komunikasi
tatap muka, baik komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)
maupun komunikasi kelompok (group communication) meskipun memungkinkan
terjadinya dialog,- tetapi adakalanya berlangsung linear. Contoh untuk ini,
seorang ayah yang sedang memberikan nasehat kepada anaknya pada waktu si anak
diam seribu bahasa, atau direktur perusahaan yang sedang memarahi anak buahnya,
atau jaksa sedang membacakan tuduhan terdakwa di gedung pengadilan.
Proses
komunikasi secara linear umumnya berlangsung pada komunikasi bermedia, kecuali
komunikasi melalui telepon. Komunikasi melalui telepon hampir tidak pernah berlangsung
linear, melainkan dialogis, tanya jawab dalam bentuk percakapan. Contoh untuk
ini, komunikasi yang terjadi antara tentara sekutu (Amerika Serikat) dan Jepang
pada saat perang dunia II dengan menggunakan media kantor berita, itu termasuk
dalam situasi komunikasi bermedia.
Oleh
karena komunikasi bermedia, khususnya media massa, yakni surat kabar, radio,
televisi, dan film teatrikal, bersifat linear, maka para komunikator media
massa, seperti wartawan, penyiar radio, reporter televisi, dan sutradara film,
menunjukkan perhatiannya yang sangat besar terhadap masalah ini. Dengan
perencanaan komunikasi (communication planning) yang seksama mereka
berupaya agar pesan-pesan komunikasinya oleh khalayak sebagai komunikannya diterima
secara inderawi (received) dan diterima secara rohani (accepted)
dalam sekali penyiaran. Hal ini disebabkan para komunikator tidak mengetahui
tanggapan komunikan terhadap pesan-pesan komunikasi yang diterimanya itu.
d. Proses komunikasi
secara sirkular
Sirkular
sebagai terjemahan dari perkataan "circular" secara harfiah
berarti bulat, bundar atau keliling sebagai lawan dari perkataan linear tadi
yang bermakna lurus. Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan dengan proses
secara sirkular itu adalah terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu
terjadinya arus dari komunikan ke komunikator. Oleh karena itu adakalanya feedback
tersebut mengalir dari komunikan ke komunikator itu adalah "response"
atau tanggapan komunikan terhadap pesan yang ia terima dari komunikator.
Konsep
umpan balik ini dalam proses komunikasi amat penting, karena dengan terjadinya
umpan balik komunikator mengetahui apakah komunikasinya itu berhasil atau
gagal, dengan kata lain apakah umpan baliknya itu positif atau negatif. Bila
positif ia patut gembira, sebaliknya jika negatif menjadi permasalahan yang
terkadang dapat berakibat fatal. Seperti Miskomunikasi yang terjadi antara
tentara sekutu (Amerika Serikat) dan Jepang yang menyebabkan di bomnya kota
Hirosima.
Dalam
situasi komunikasi tatap muka komunikator akan mengetahui tanggapan komunikan
pada saat ia sedang melontarkan pesannya. Umpan balik jenis ini dinamakan immediate
feedback (umpan balik seketika atau umpan balik langsung).
Jika
anda sedang berpidato, yakni berkomunikasi tatap muka, di saat itu pula anda
mengetahui tanggapan komunikan anda terhadap gaya pidato anda dan pesan yang
anda bahas. Apabila hadirin asyik mendengarkan, dan sekali-kali ada yang
mengajukan pertanyaan, bertepuk tangan atau tertawa di kala ada yang
mengesankan, itu pertanda umpan balik positif. Sebaliknya, di saat anda sedang
berpidato, hadirin asyik mengobrol atau di antaranya tidak sedikit yang
tertidur, itu pertanda menimbulkan akibat fatal, misalnya melempar anda dengan
kotak minuman atau meneriaki anda agar turun dari mimbar. Situasi komunikan
yang berutal seperti itu dalam "bahasa" komunikasi dinamakan dalam
bahasa Prancis contagion mentale yang berarti wabah mental. Jika
seseorang saja tepuk tangan orang-orang lain
mengikuti tepuk tangan. Jika seorang saja berteriak:
"Turuuuuun!!!", orang-orang lainnya mengikuti berteriak seperti itu.
Oleh
karena itu seseorang yang akan muncul sebagai komunikator, dalam situasi
komunikasi apapun, terlebih lagi dalam bentuk pidato di hadapan khalayak massa
agar melakukan perencanaan yang matang dalam rangka mencegah terjadinya hal-hal
yang tidak dikehendaki yang seringkali tidak diduga sebelumnya.
C. Kesimpulan
Demikianlah
beberapa aspek sekitar proses komunikasi dalam perpsektif mekanistis yang patut
dipahami oleh mereka yang mengajar atau belajar Ilmu Komunikasi atau mereka
yang sering berperan sebagai komunikator. Proses komunikasi dalam perspektif
mekanistis dapat diklasifikasikan menjadi proses komunikasi secara primer dan
secara sekunder.
Proses
komunikasi primer menggunakan lambang verbal dan nirverbal. dalam proses
komunikasi secara primer untuk efektifnya komunikasi acapkali oleh para
komunikator dipadukan, misalnya dalam kuliah atau ceramah disajikan gambar,
bagan, tabel, dan lain-lain sebagai ilustrasi untuk memperjelas pesannya.
Sedangkan proses komunikasi secara
sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang
sebagai media pertama.
Daptar Pustaka
·
Johannsen,
Richard., Etika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996
·
Mulyana,
Deddy., Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2002
·
Uchjana
Effendy, Onong., Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, Cet ke- II 2000.
Post a Comment