“Wahai manusia! Saya telah diangkat untuk
mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu.
Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutlah aku, tetapi aku
berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang kamu pandang kuat, saya pandang
lemah, hingga aku dapat mengambil hak dari padanya, sedang orang yang kamu
pandang lemah, saya pandang kuat, hingga saya dapat mengembalikan haknya
kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, tetapi bila mana aku tiada menaati Allah dan Rasul-Nya kamu tak
perlu menaatiku“.
Abu Bakar bernama lengkap Abdullah
bin Abi Kuhafah At-Tamimi. Nama kecilnya adalah Abdul Ka’bah. Gelar Abu Bakar
diberikan Rasulullah karena cepatnya dia masuk Islam (assaabiquunal awwaluun,
yakni golongan pertama yang masuk Islam). Sedang Ash Shiddiq yang berarti ‘amat
membenarkan’ adalah gelar yang diberikan kepadanya lantaran ia segera
membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai peristiwa.
Dari garis kedua orang tua, Usman
bin Amir bin Amr bin Sa’ad bin Taim bin Murra bin Ka’ab bin Lu’ayy bin Talib
bin Fihr bin Nadr bin Malik (ayah), dan Ummu Khair Salama binti Skhar (suku
Quraisy) terlihat, Abu Bakar termasuk dari suku terhormat, yakni suku Taim
(ayah) dan Quraisy (ibu). Kedua suku ini banyak melahirkan orang besar.
Sejak kecil, Abu Bakar dikenal
sebagai anak yang cerdas, sabar, jujur dan lembut. Ia menjadi sahabat Nabi
Muhammad sejak keduanya masih usia remaja. Karena sifatnya yang mulia itu, ia
banyak disenangi dan disegani oleh masyarakat sekitar, juga lawan maupun kawan
saat memperjuangkan Islam.
Abu Bakar yang juga mahir dalam ilmu
hisab itu, dikenal mempunyai kedudukan istimewa di sisi Nabi SAW. Bahkan salah
satu putrinya, yakni ‘Aisyah Ra, kemudian dinikahi Rasulullah.
Secara universal, sesungguhnya
prototipe Abu Bakar mungkin dapat digolongkan sebagai pejuang Islam yang sejak
awal konsisten membela kaum tertindas, tak pandang bulu. Seperti dikutip Jamil
Ahmed dalam Seratus Muslim Terkemuka, Abu Bakar tak pernah absen dalam setiap
pertempuran menegakkan kebenaran dan menumpas penindasan.
Perjuangannya itu semakin berat
sejak dirinya dipilih sebagai khalifah, menggantikan Rasulullah yang wafat pada
632 M. Ketika itu, wilayah kekuasaan Islam hampir meliputi seluruh semenanjung
Arabia, dan terdiri berbagai suku.
Terpilihnya Abu Bakar yang juga
disepakati kalangan sahabat itu dinilai tepat saat negara dalam kondisi tak
menentu. Dalam pidato baiat yang dilakukan di Masjid Nabawi, Madinah, Abu Bakar
antara lain menyatakan, “Orang yang lemah di antara kalian akan menjadi kuat
dalam pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah
menghendaki, dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan
saya sehingga saya dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya,
janganlah ikuti saya.”
Sebagai pemimpin, kedermawanan dan
solidaritas kemanusiaannya terhadap sesama tak diragukan lagi. Ketika Abu Bakar
diangkat menjadi khalifah, kekayaannya mencapai 40.000 dirham, nilai yang
sangat besar saat itu. Kekayaan itu seluruhnya didedikasikan bagi perjuangan
Islam. Soal ini, sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zeidan, punya komentar menarik.
Katanya, “Zaman khalifah-khalifah yang alim adalah merupakan keemasan Islam.
Khalifah-khalifah itu terkenal
karena kesederhanaan, kejujuran, kealiman, dan keadilannya. Ketika Abu Bakar
masuk Islam, ia memiliki 40.000 dirham, jumlah yang sangat besar waktu itu,
akan tetapi ia habiskan semua, termasuk uang yang diperolehnya dari perdagangan
demi memajukan agama Islam.
Keikhlasannya yang luar biasa demi
kemakmuran rakyat dan agamanya itu, kata Jurji, sampai-sampai menjelang
wafatnya, Abu Bakar memerintahkan keluarganya untuk menjual sebidang tanah
miliknya dan hasilnya dikembalikan ke masyarakat sebesar jumlah uang yang telah
ia ambil dari rakyatnya itu sebagai honorarium, dan selebihnya agar diberikan
kepada Baitulmal wat Tamwil, lembaga keuangan negara.
Stabilitas dan keamanan masyarakat,
di antaranya yang paling menonjol dalam ‘rapor’ pemerintahan Abu Bakar. Karena
dinilai sebagai amanat negara, Abu Bakar mengangkat Umar bin Khaththab sebagai
kadi (hakim).
Namun, selama setahun sejak diangkat
sebagai kadi tak satupun pengaduan dari masyarakat muncul. Ini karena rakyat
terbiasa hidup jujur dan bersih dibanding masa sebelum Islam. Sementara Ali,
Usman, dan Zaid bin Tsabit diangkat sebagai khatib.
Di medan pertempuran, sang khalifah
juga mengajarkan bagaimana berperang yang baik. Sepuluh pesan yang kerap
disampaikan khalifah yang wafat pada 13 H, dalam usia 63 tahun itu, ketika
hendak melepas pasukannya ke medan perang adalah: “Jangan berkhianat, jangan berlebih-lebihan,
jangan menipu (berbuat makar), jangan membunuh lawan dengan cara-cara sadis,
jangan membunuh anak-anak, lelaki lanjut usia, dan wanita.
Juga jangan menebang pohon-pohon
kurma yang sedang berbuah, jangan melakukan pembakaran, jangan menyembelih
domba, sapi, dan unta kecuali hanya untuk sekadar kebutuhan makan dagingnya.
Nanti kalian akan berjumpa dengan orang-orang yang bertapa dalam biara, maka
biarkanlah mereka dan jangan mengusiknya.”
Dalam
jangka waktu dua
tahun tiga bulan bangsa-bangsa yang memberontak itu dapat kembali
tenang dan menjadi bangsa bersatu yang kuat, disegani dan berwibawa, yang
akhirnya malah dapat menerobos dua imperium besar yang ketika itu menguasai
dunia dan menentukan arah kebudayaannya. Kedaulatan ini pula yang kemudian
mengemban peradaban di dunia selama berabad-abad sesudahnya.
Adapun
prestasi yang lain yang ditempuh pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah :
1. Perbaikan
sosial (masyarakat)
2. Pengumpulan
ayat-ayat Al-Qur’an
3. Perluasan dan
penyebaran agama Islam
4. Menghadapi
orang murtad dan orang yang tidak membayar zakat
Adapun usaha yang
ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar melakukan
perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab.
Daerah yang dituju
adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam.
Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk
memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan
Bizantium. Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke
Suriah dipimpin tiga panglima yaitu, Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan
Surahbil bin Hasanah.
Sedangkan usaha
yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an adalah atas usul dari
sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al Qur'an setelah para
sahabat yang hafal Al Qur'an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu
memerangi para nabi palsu.
Alasan lain karena
ayat-ayat Al Qur'an banyak berserakan ada yang ditulis pada daun, kulit kayu,
tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah rusak dan hilang.
Atas usul Umar bin
Khattab tersebut pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan tugas tersebut,
karena belum pemah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun karena
alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al Qur'an yang
gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya, akhirnya
Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis
wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.
Kemajuan yang
diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar senantiasa
meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan
keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu dipraktekkannya.
Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka
yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya.
Sahabat yang telah
menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap dibiarkan pada jabatannya,
sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan juga
diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki..
Sedangkan kemajuan
yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar membentuk lembaga
"Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga keuangan.
Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari
"amin al-ummah" (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga
peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab .
Kebijaksanaan lain
yang ditempuh Abu Bakar membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah).
Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan
pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan
Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan
mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka
mendapat bagian yang sama.
Persoalan besar yang
sempat diselesaikan Abu Bakar sebelum wafat adalah menetapkan calon khalifah
yang akan menggantikannya. Dengan demikian ia telah mempersempit peluang bagi
timbulnya pertikaian di antara umat Islam mengenai jabatan khalifah. Dalam
menetapkan calon penggantinya Abu Bakar tidak memilih anak atau kerabatnya yang
terdekat, melainkan memilih orang lain yang secara obyektif dinilai mampu
mengemban amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu sahabat Umar bin Khattab.
Pilihan tersebut tidak diputuskannya sendiri, tetapi dimusyawarahkannya
terlebih dahulu dengan sahabat-sahabat besar. Setelah disepakati , barulah ia
mengumumkan calon khalifah itu.
Abu Bakar dengan
masa pemerintahannya yang amat singkat ( kurang lebih dua tahun ) telah
berhasil mengatasi tantangan-tantangan dalam negeri Madinah yang baru tumbuh
itu, dan juga menyiapkan jalan bagi perkembangan dan perluasan Islam di
Semenanjung Arabia.
Khalifah
Abu Bakar ra. Meniggal dunia, senin, 23 agustus 624 M setelah lebih kurang 15
hari terbaring di tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekhalifahannya
berlangsung 2 tahun 3 bulan 11 hari.
Dalam
masa yang singkat itu Abu Bakar telah menghadapi saat-saat yang amat genting.
Dapat kita katakan bahwa pada permulaan saat-saat yang amat genting itu Abu
Bakar adalah berdiri sendiri, kemudian berkat iman dan keyakinannya yang kuat,
maka kaum Muslimin lekas juga menyokong dan mendukung pendapat dan buah
pikirannya. Dalam keadaan yang demikian beliau dapat mengerahkan kaum muslimin
menghancurkan syirik dan memberantas keragu-raguan dan waham, malah beliau
dapat pula mengerahkan mereka menggulingkan singgasana Kisrah (raja Persia) dan
Kaisar (raja Romawi). Kalau ada suatu peristiwa besar yang terjadi di masa
permulaan Islam, maka nama Abu Bakar selalu kelihatan dengan jelas di dalamnya.
Semoga Allah yang Maha Kuasa melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada arwah
beliau.Beliau telah mencerminkan seluruh nilai-nilai dan norma-norma keislaman
yang tinggi dan murni.
Post a Comment