Menurut Ali Syari’ati, secara sosiologis masyarakat dan kepemimpinan merupakan
dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Syari’ati
berkeyakinan bahwa ketiadaan kepemimpinan menjadi sumber
munculnya problem-problem masyarakat, bahkan masalah kemanusiaan
secara umum. Tanpa pemimpin umat manusia akan mengalami disorientasi
dan alienasi.
Ketika suatu masyarakat
membutuhkan seorang pemimpin, maka seorang yang paham akan
realitas masyarakatlah yang pantas mengemban amanah kepemimpinan tersebut.
Pemimpin tersebut harus dapat membawa masyarakat menuju
kesempurnaan yang sesungguhnya. Watak manusia yang
bermasyarakat ini merupakan kelanjutan dari karakter
individu yang menginginkan perkembangan dirinya menuju pada kesempurnaan yang lebih.
terkati dengan kepemimpinan
dalam islam merupakan sebuah amanah yang harus diberikan kepada orang yang
benar-benar berkualitas- memiliki
tanggungjawab, adil, jujur, dan bermoral. Inilah beberapa kriteria yang
Islam tawarkan dalam memilih seorang pemimpin yang sejatinya dapat membawa
masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik, harmonis, dinamis, makmur,
sejahtera, dan tentram.
Tidak disangkal lagi, pemimpin ideal
yang pernah ada di atas permukaan bumi adalah Rasulullah. Dialah pemimpin abadi
bagi umatnya dan umat manusia umumnya. Tidak ada nama pemimpin besar yang
namanya disebut hingga kini sebanyak nama Muhammad, sebagaimana firman Allah
dalam surat Al-Ahzab [33] ayat 21, “Sesungguhnya
Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33] : 21)
Dalam terminologi Islam pemimpin biasanya disebut “khalifah” sedangkan hal yang menyangkut kepemerintahan disebut “kekhalifahan”. Urgensi seorang imam disebutkan dalam al-Qur’an, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa [4]: 59). Hakekat keberadaan pemimpin dalam ajaran Islam adalah menggantikan posisi kenabian dalam menata dan mengatur urusan negara dan agama. Sebagaimana terbentuknya kepemimpinan khulafaur rasyidin setelah wafatnya Rasulullah.
Dalam terminologi Islam pemimpin biasanya disebut “khalifah” sedangkan hal yang menyangkut kepemerintahan disebut “kekhalifahan”. Urgensi seorang imam disebutkan dalam al-Qur’an, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa [4]: 59). Hakekat keberadaan pemimpin dalam ajaran Islam adalah menggantikan posisi kenabian dalam menata dan mengatur urusan negara dan agama. Sebagaimana terbentuknya kepemimpinan khulafaur rasyidin setelah wafatnya Rasulullah.
Pada prinsipnya seorang pemimpin memiliki tanggungjawab yang berat.
Sebab seorang pemimpin tidak hanya
mempertanggungjawabkan kebijakannya di hadapan masyarakat yang dipimpinnya
saja, akan tetapi juga mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.
Kebijakan-kebijakan yang pernah diambil harus dipertanggungjawabkan, terutama
yang berkaitan dengan kemaslahatan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah, ”Setiap pemimpin
harus mempertanggung jawabkan (permasalahan) rakyatnya (di sisi Allah).”
Kehadiran seorang pemimpin diharapkan dapat menciptakan
keadilan sosial, ekonomi, hukum, dan kesejahteraan masyarakat. Tanpa kehadiran
sosok pemimpin yang bertanggungjawab, tentu tidak akan tercipta ketenangan,
ketentraman, dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kita wajib memilih
pemimpin yang amanah, bertanggungjawab, tegas,
adil, bijaksana, memotivasi ummat untuk berbuat baik, memiliki visi, melayani,
dan taat menjalankan perintah agama.
Berangkat dari penjelasan di atas, dapat ditarik benang
merah bahwa kita mempunyai peran signifikan dalam menentukan siapa dan
bagaimana sosok yang akan memimpin kita. Baik buruknya pemimpin yang akan
memimpin kita, sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita menggunakan mata hati
kita untuk melihat secara jernih dan berpandangan ke masa depan.
Rasulullah pernah mengingatkan bahwa ada dua macam pemimpin
di dunia ini, yaitu pemimpin yang baik dan pemimpin yang jahat. Diriwiyatkan
dari Hisyam bin Urwah dari Abi Shalih dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah
bersabda, “Akan
memerintah setelahku sebuah pemerintahan. Pemimpin yang baik akan
memerintah dengan baik dan pemimpin yang jahat akan memerintah dengan
kejahatannya. Maka dengarkanlah dan patuhilah yang benar.” Semoga Allah
memberikan kepada kita pemimpin yang benar-benar amanah dan dalam mengambil
kebijakan selalu mendahulukan kemaslahatan umat atau masyarakat yang
dipimpinnya.
Post a Comment